Minggu, 27 Mei 2012

belajar dan pembelajaran


TUGAS RESUME
BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

logo-unja

DISUSUN OLEH
KELOMPOK I  :

1. FIRMA YENI                    (RRA1C410056)
2. KIKY WIDYA LOKA      (RRA1C410044)
3. LILI SULISTIORINI        (RRA1C410084)
4. MARLINA MARBUN      (RRA1C410086)
5. MELA RISTIKA               (RRA1C410008)
6. NURRUDIN                      (RRA1C410060)

DOSEN PENGAMPU : Drs. H. FIRMAN


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2011/2012

BAB I
PENDAHULUAN

System pendidikan yang dianut bukan lagi suatu upaya pencerdasan kehidupan bangsa agar mampu mengenal rrealitas diri dan dunianya, melainkan suatu upaya pembukaan kesadaran yang disengaja dan terencana (Berybe,2001) yang menutup proses perubahan dan perkembangan.
Peserta didik adalah manusia yang identitas insaninya sebagai subyek berkesadaran perlu dibela dan ditegakkan  lewat system dan model pendidikan yang bersifat bebas dan egaliter. Hal itu dapat dilakukan dengan pendidikan bebas dan metode pembelajaran aksi dialogal. Keaktifan siswa menjadi meunsure penting dalam menentukan kesuksesan belajar.
Untuk mengembangkan agar manusia menjadi matang tidak cukup hanya dilatih, tetapi juga harus dididik. Siswa dididik untuk realis, mengakuuui kehidupan yang multi-emosional, tidak seragam dan lain sebagainya, mendidik bukan sekedar menjadikan anak terampil terhadap lingkungannya, serta untuk menjadi dirinya dan peka terhadap lingkungannya.
Lingkungan belajar yang demokratis memberi kebeebasan pada anak untuk melakukan pilihan-pilihan tindakan belajar dan akan mendorong anak untuk terlibat fisik, emosional dan mental dalam proses belajar sehingga akan dapat memunculkan kegiatan-kegiatan yang kreatif-produktif.
Para pendidik (guru) dan para perancang pendidikan serta pengembang program-program pembelajaran perlu menyadari pentingnya pemahaman terhadap hakikat belajar dan pembelajaran. Pendidik/pengajar professional dapat memilih teori belajar dan pembelajaran yang tepat untuk tujuan tertentu dengan cirri-ciri siswa yang dihadapi dan dengan kondisi lingkungan serta sarana dan prasarana yang tersedia.



BAB II
TEORI DESKRIPTIF DAN TEORI PRESKRIPTIF

Bruner (dalam Degeng,1989) mengemukakan bahwa teori pembelajaran adalah preskriptif dan teori belajar adalah deskriptif. Teori belajar menaruh perhatian pada hubungan antara variable-variabel yang menentukan hasil belajar. Teori ini menaruh perhatian pada bagaimana seseorang belajar. Sedangkan teori pembekajaran menaruh perhatian pada bagaimana sesorang mempenbgaruhi orang lain agar terjadi proses belajar. Teori pembelajaran mengontrol variable-varibel yang dispesifikasi dalam teori belajar agar dapat memudahkan belajar.
Teori-teori dan prinsip-prinsip pembelajaran yang preskriptif, kondisi dan hasil pembelajaran sebagai variable bebas dan metode yang optimal sebagai variable tergantung. Teori preskriptif adalah goal oriented (mencapai tujuan), sedangkan teori deskriptif adalah goal free (memberikan hasil). Variable yang diamati dalam penngembangan teori-teori pembelajaran yang preskriptif yaitu metode optimal untuk mencapai tujuan, sedangkan pengembangan teori deskriptif variable yang diamati yaitu hasil sebagai efek dari interaksi antara metode dan kondisi.
Teori pembelajaran preskriptif berisi seperangkat preskriptif guna mengoptimalkan hasil pembelajaran yang diinginkan pada kondisi tertentu dan  teori pembelajaran deskriptif berisi ,deskriptif mengenai hasil pembelajaran yang muncul sebagai akibat metode tertentu pada kondisi tertentu.
2. Proposisi Teori Deskripsi dan Teori Preskriptif
Proposi teori deskriptif menggunakan struktur logis “Bila, Maka”, Sedangkan teori preskriptif menggunakan struktur “Agar, Lakukan ini” (Landa dalam Degeng 1990).
Contohnya:
-          Teori Deskripsi
Bila isi/materi pelajaran (kondisi) diorganisasi dengan menggunakan moidel elaborasi (metode), maka perolehan belajar dan retensi (hasil) akan meningkat.
-          Teori Deskriptif
Agar perolehan belajar dan retensi (hasil) meningkat, organisasilah isi m,ateri pelajaran (kondisi) dengan menggunakan model elaborasi (metode).
Hubungan antar variable dalam teori pembelajaran deskriptif: misalnya model elaborasi dimanipulasi dan digunakan untuk mengorganisasi isi/mateeri pelajaran dan interaksi keduanya akan membawaz pada perolehan belajar terhadap materi pelajaran yang dipelajari siswa untuk mengetahui keefektifan model elaborasi sebagai model pengorganisasian isi/materi pelajaran. Hasil nyata ini sebagai indicator keefektifan model elaborasi.
Hubungan antara variable dalam proposisi teori pembelajaran preskriptif: dalam hal ini, hasil dan kondisi pembelajaran ditetapkan terlebih dahulu kemudian memilih metode yang optimal untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan tersebut.

3. Teori Belajar dan Teori Pembelajaran Kaitannya dengan Teori Deskriptif dan Teori Preskriptif
Sama halnya dengan teori pembelajaran, teori belajar juga ada yang bersifat deskriptif ataupun preskriptif (Reigeluth dalam Degeng,1989). Namun, teori belajar yang preskriptif bukanlah teori pembelajaran. Teori pembelajaran mengungkapkan hubungan antara kegiatan pembelajaran dengan proses-proses psikologis dalam diri pelajar, sedangkan teori belajar mengungkapkan hubungan antara fenomena yang ada dalam diri si pelajar.
Teori pembelajaran harus memasukkan variable metode pembelajaran, ini sangat pent ing sebab banyak terjadi yang dianggap sebagi teori pembalajaran yang sebenarnya adalah teori belajar. Teori pembelajaran selalu menyebutkan metode poembelajaran, sedangkan teori belajar tidak dengan metode pembelajaran.
Teori belajar deskriptif menggunakan proposisi teoritik “Jika, Maka” yang menyatakan apa yang terjadi secara psikologis bila suatu tindakan belajar dilakukan seseorang.


BAB III
TORI BELAJAR  BEHAVIORISTIK DAN
PENERAPANYA DALAM
PEMBELAJARAN



            Pada bagian ini dikaji tentang pandangan  teori behavioristik terhadap teori belajar dan aplikasinya  dalam kegiatan pembelajaran. Pembahasan diarahkan  pada pengertian belajar menurut  teori behavioristik, belajar menurut pandangan  Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Ghutrie, dan Skinner. Kajian diakahiri dengan penerapan teori belajar  behavioristik dalam kegiatan pembelajaran.

A.    Tujuan Pembelajaran

Setelah mempelajari  bab ini  diharapkan  anda memiliki  kemamapuan  untuk  mengkaji hakikat belajar  menurut  teori  balajar  behavioristik dan  penerapan  teori  dalam  kegiatan  pembelajaran.

Sedangkan  indikator keberhasilan  belajar  jika  anda  dapat  menjelaskan  :
1.Pengetian  belajar menurut  pandangan  teori  behavioristik
2. Teori  belajar menurut  Thorndike
3. Teori  belajar  menurut Watson
4. Teori  belajar  menurut  Clar Hull
5. Teori  belajar  menurut  Edwin Ghutrie
6. Teori  belajar  menurut  Skinner
7. Aplikasi  teori  behavioristik  dalam  kegiatan pembelajaran.

A.    Pengertian Belajar Menurut Pandangan Teori Behavioristik
Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan  tingkah  laku sebagai akibat dari adanya interaksi  antara stimulus dan respon.Dengan kata lain,belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon.Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya.
Menurut teori ini yang terpenting adalah  masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa  respons. Menurut teori ini,apa yang terjadi di antara stimulus dan  respon dianggap tidak penting diperhatikan  karena tidak dapat diamati dan  tidak dapat diukur. Yang dapat diamati hanyalah stimulus dan respons. Oleh sebab itu,apa saja yang diberikan guru (stimulus), dan apa saja yang dihasilkan siswa (respons), semuanya harus dapat diamati dan dapat diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal yang penting untuk melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor lain juga dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respon. Bila penguatan ditam bahkan (positive reinforcement) maka respon akan semakin kuat. Begitu juga bila pengutan dikurangi (negative reinforcement) responpun akan tetap dikutkan. Misalnya , ketika peserta didik diberi tugas oleh guru, ketika tugasnya ditambahkan maka ia akan semakin giat belajarnya. Maka penambahan tugas tersebut merupakan pengutan positif (positive reinforcement) dalam  belajar. Jadi  penguatan  merupakan suatu bentuk stimulus yang penting diberikan (ditambahkan) atau dihilangkan (dikurangi) untuk memungkinkan terjadinya respons.
Pada dasarnya para penganut aliran behavioristik setuju dengan pengertian belajar di atas,namun ada beberapa perbedaan pendapat di antara mereka yaitu sebagai berikut,
1.      Teori belajar menurut thornike
Menurut thurndike, belajar  adalah  proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus yaitu apa saja yang dapat merangasang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran ,perasaan, atau hal-hal lain yang dapat  ditangkap melalui alat indera. Sedangkan respon yaitu reaksi yang dimunculkan  peserta didik ketika belajar, yang juga dapat berupa pikiran,perasaan, atau gerakan. Dari definisi belajar tersebut maka perubahan tingkah  laku akibat dari kegiatan  belajar itu dapat diamati. Meskipun aliran behavioristik sangat yaitu yang dapat diamati. Teori thor dike ini disebut juga sebagai aliran koneksionisme (connectionism).

2.      Teori Belajar  Menurut Watson
Menurut teori ini,belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan  respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Dengan kata lain,walaupun  ia mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar,namun ia menganggap hal-hal tersebut sebagai factor yang tak perlu diperhitungkan . Watson adalah seorang behavioris murni, asumsinya bahwa hanya dengan cara demikianlah maka akan dapat diramaikan perubahan-perubahan apa yang bakal terjadi setelah seseorang melakukan tindak belajar. Para tokoh aliran behavioristik cenderung untuk tidak memperhatikan hal-hal yang tidak dapat diukur dan tidak dapat diamati,seperti perubahan-perubahan mental yang terjadi ketika belajar.
3. Teori Belajar Menurut Clark Hull
            Menurut teori ini variabel hubungan antara stimulus dan  respon untuk menjelaskan pengertian  tentang belajar. Namun  ia sangat terpengaruh oleh teori evolusi yang dikembangkan oleh Charles Darwin. Seperti halnya teori evol usi,semua fungsi tingkah laku  bermanfaat terutama untuk menjaga kelangsungan hidup manusia. Teori hull mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus dalam belajarpun hamper selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat bermacam-macam bentuknya.
4. Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie
              Teori ini menggunakan variable stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Namun ia mengemukakan bahwa stimulus tidak harus berhubungan dengan kebutuhan atau pemuasan biologis sebagaimana yang dijelaskankonsep belajar  oleh Clark dan Hull . Dijelaskannya bahwa hubungan antara stimulus dan respon cenderung hanya bersifat semantara,oleh sebab itu dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin diiberikan stimulus agar hubungan antara stimulus dan respon bersifat lebih tetap. Ia juga mengemukakan, agar respon yang muncul sifatnya lebih  kuat dan bahkan menetap, maka diperlukan berbagai macam stimulus yang berhubungan dengan respon tersebut. Ghutri juga menganggap bahwa hukuman  memegang peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu merubah kebiasaaan dan perilaku seseorang.
5. Teori Belajar Menurut Skinner
              Ia menjelaskan konsep belajar secara sederhana, namun dapat menunjukkan konsepnya tentang belajar secara lebih kompheresif. Menurut skinner, hubungan antara stimulus dan respon yang terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan perubahan tingkah laku, tidaklah  sesederhana yang digambarkan oleh para tokoh sebelumnya. Dikatakannya bahwa respon yang diberikan oleh seseorang tidaklah sesederhana itu. Sebab, pada dasarnya stimulus-stimulus tersebut akan  mempengaruhi bentuk respon yang diberikan . demikian juga dengan respon yang dimunculkan inipun akan  mempunyai konsekuensi-konsekuensi. Skinner  juga mengemukakan  bahwa dengan menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelskan tingkah laku hanya akan menambah rumitnya masalah. Sebab, setiap alat yang digunakan perlu penjelasan lagi, demikian dan seterusnya.          

            Skinner dan tokoh-tokoh lain  pendukung teori behavioristik memang tidak  menganjurkan digunakanya hukuman dalam kegiatan  belajar. Namun apa yang  mereka  sebut dengan penguat Negaif (negatife reinforcement) cendrung membatasi siswauntk  berpikir  dan berimajinasi.
Beberapa alasan mengapa  skinner tidak  sependapat  dengan Guthrie, Yaitu ;
1.      Pengaruh  hukuman  terhadap perubahan  tingkah  laku  sangat  bersifat sementara
2.      Dampak psikologis yang  buruk  mungkin akan terkondisi  ( menjadi  bagian dari jiwa  si  terhukum ) bila  hukuman  berlangsung lama.
3.      Hukuman  mendorong  si terhuku mencari  cara lain  (meskipn  salah  dan  buruk ) agar  ia  terbebas  dari  hukuman. Dengan  kata  lain, hukuman  dapat  mendorong si terhukum  melakukan  hal-hal lain  yang  kadangkala  lebih  buruk dari  pada kesalahan  yang  diperbuatnya.

                 Skinner  lebih  percaya  kepada  apa  yang  disebut  sebagai  penguat  negatif. Penguat  negatif tidak  sama  dengan  hukuman. Ketidaksamaanya  terletak pada  bila  hukuman  harus  diberikan  ( sebagai  stimulus ) agar  respon  yang  akan muncul  berbeda  denga  respon  yang  sudah  ada, sedangkan penguat  negatif  ( sebagai  stimulus ) harus  dikurangi agar respon  yang sama  menjadi semakin  kuat. 
Lawan dari  penguat  negatif adalah  penguat  positif ( positive  reinforcement ). Keduanya bertujuan  untuk  memperkuat  respon. Namun  bedanya  adalah  bahwa  penguat positif  itu  ditambah,sedangkan penguat  negatif   adalah dikurangi agar  memperkuat  respons.

B.     Aplikasi  Teori Behavioristik dalam  Kegiatan  Pembelajaran
                         
          Aliran  psikologi  belajar  yang  sangat besar mempengaruhi  arah  pengembangan  teori dan  praktek  pendidikan  da  pembelajaran hingga  kini  adalah  aliran  behavioristik. Aliran  ini  menekankan  pada  terbentuknya  prilaku  yang  tampak  sebagai hasil  belajar. Teori  behavioristik  dengan  model  hubungan stimulus – responya, mendudukan  orang  yang belajar sebaga  individu  yang  pasif respons atau  prilaku  tertentu  dapat  dibentuk  karena di kondisi dengan  cara  tetentu dengan metode  drill atau  pembiasaan  semata.

          Teori  ini  hingga  sekarang masih  merajai  praktek pembelajaran  di indonesia. Hal  ini  tampak  dengan  jelas  pada  penyelenggaraan  pembelajaran  dari  tingkat  paling  dini,seperti  kelompok  bermain, Taman  Kanak-Kanak, Sekolah  Dasar, Seolah  Menengah, bahkan  sampai  di Perguruan  Tinggi, pembentukan  prilaku  dengan  cara  drill ( pembiasaan ) disertai  dengan  reinforcement atau  hukuman  masih  sering  dilakukan.

Aplikasi  teori  behavioristik  dalam  kegiatan  pembelajaran tergantung  dan  beberapa  hal  seperti ; tujuan  pembelajaran,  sifat  materi  pelajaran, karakteristik  siswa, media  dan  fasilitas  pembelajaran  yang  tersedia.  Pembelajaran  yang  dirancang  dan  dilaksanakan  berpijak  pada  teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalh  obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan  telah  terstruktur dengan rapi,sehingga belajar  adalah  perolehan pengetahuan, sedangkan  mengajar adalah  memeindahkan pengetahuan  kepada  orang  yang  belajar atau siswa. Siswa  diharapkan akan memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya  apa yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh  murid.
              Karena teori behavioristik memandang bahwa sebagai sesuatu yang ada didunia  nyata  tla terstruktur  rapi dan teratur, maka sisa atau orang yang  belajar harus diharapakan  pada aturan-aturan  yanag  jelas dan ditetapkan dulu secara ketat. Pembiasaan dan  disiplin  menjadi sangat  esensial dalam belajar. Sehingga pembelajaran  lebih banyak  dikaitkan dengan penagakan disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penamabahan pengetahuan dikategorika sebagai kesalahan perlu dihukum, dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk prilaku yang pantas diberi hadiah.

                 Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan  pengetahuan, sedangkan belajar  sebagai aktivitas “mimetic” , yang menuntt siswa untuk mengungkapakan kembali  pengetahuan yang sudah dipelajari, dalambentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau materi pelajaran menekankan pada kerampilan terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurkulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada keterampilan mengungkapakan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. pembelajaran dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.

               Evaluasi menekankan pada respon pasif, keterampilan secara terpisah, dan biasanya mengunakan paper and pencl test. Evaluasi belajar dipandang sebagai bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan iasanya dlakukan setelah kegiatan selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan siswa secara individual.

Langkah-langkah pembelajaran yang berpijak pada teori behavioristik yang dikemukakan oleh Suciati dan Prasetya Irawan (2001) dapat digunakan dalam merancang  pembelajaran. Langkag-langkah tersebut meliputi :
1.      Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran
2.      Menganalisis lingkungan kelas yan ada saat ini termasuk mengidentifikasi pengetahuan awal ( entry behavior) siswa.
3.      Menentkan materi pembelajaran.
4.      Memecah materi pelajaran menjadi bagian kecil-kecil, meliputi, pokok bahasan, sub pokok bahasan, topik, dsb.
5.      Menyajikan materi pelajaran.
6.      Memberikan  stimulus, dapat berupa pertanyaan baik lisan maupun tertulis, tes/kuis, latihan,  atau tugas-tugas.
7.      Mengamati dan mengkaji respons yang diberikan siswa
8.      Memberikan penguatan /reinforcement ( mungknpenguatan positif atau[un penguatan negatif), ataupun hukuman.
9.      Memberikan stimulus baru.
10.  Mengamati dan mengkaji respons yang diberikan siswa.
11.  Memberikan penguatan lanjutan atau hukuman.
12.  Demikian seterusnya.
13.  Evaluasi hasil belajar.



















BAB IV
TEORI BELAJAR KOGNITIF DAN PENERAPANNYA
DALAM PEMBELAJARAN

Pada bagian ini dikaji tentang pandangan kognitif terhadap proses belajar dan aplikasi teori kognitif dalam kegiatan pembelajaran. Pembahasan diarahakan pada pengetian belajar menurut teori kognitif, teori perkembangan Piaget, teori belajar menurut Bruner, dan teori belajar bermakna Ausubel. Kajian diakhiri dengan penerapan teori belajar kognitif dalam kegiatan pembelajaran.
A.    Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari bab ini diharapkan anda memiliki kemampuan untuk mngkaji hakikat belajar menurut teori kognitif dan penerapan teori kognitif dalam kegiatan pembelajaran. Sedangkan indicator keberhasilan belajar jika anda adapat menjelaskan:
1)      Pengertian belajar menurut pandangan teori kognitif.
2)      Teori perkembangan Piaget.
3)      Teori belajar menurut Bruner.
4)      Teori belajar bermakna Ausubel.
5)      Aplikasi teori kognitif dalam kegiatan pembelajaran.

B.     Uraian Materi

1.      Pengertian Belajar Menurut Teori Kognitif
            Teori belajar kognitif berbeda dengan teori belajar behavioristik. Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Para penganut aliran kognifif mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibat'kan hubungan antara stimulus dan respon. Tidak seperti model belajar behavioristik yang mempelajari proses belajar hanya sebagai hubungan sfimulus-respon, model belajar kognitif mcrupakan suatu bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai model perseptual. Model belajar kognitif mengatakan bahwa tingkah laku seseorang ditentukam oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan belajarnya. Belajar merupakan perubahan persepsi dan pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang nampak.
            Teori kognitif juga menekankan bahwa bagian-bagian dari suatu situasi saling berhubungan dengan seluruh konteks situasi tersebut. Memisah-misahkan atau membagi-bagi situasi/materi pelajaran menjadi komponen-komponen yang kecil-kecil dan mempelajarinya secara terpisah-pisah, akan kehilangan makna. Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, reteasi, pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktifitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Proses belajar terjadi antara lain mencakup pengaturan stimulus yang diterima dan menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki dan terbentuk di dalam pikiran seseorang berdasarkan pemahaman dan pengalaman-pengalaman sebelumnya. Dalam praktek pembelajaran, teori kognitif antara lain tampak dalam rumusan-rumusan seperti: “Tahap-tahap perkembangan” yang dikemukakan oleh J. Piaget, Advance organizer oleh Ausubel, Pemahaman konsep oleh Bruner, Hirarki belajar oleh Gagne, Webteaching oleh Norman, dan sebagainya. Berikut akan diuraikan lebih rinci beberapa pandangan mereka.

2.      Teori Perkembangan Piaget
            Piaget adalah seorang tokoh psikologi kognitif yang besar pengaruhnya terhadap perkembangan pemikiran  para pakar kognitif lainnya. Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan system syaraf. Dengan demikian bertambahnya umur seseorang, maka makin komplekslah susunan sel syarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya. Ketika individu berkembangan menuju kedewasaan, akan mengalami adaptasi biologis dengan lingkungannya yang akan menyebabkan adanya perubahan-perubahan kualitatif di dalam struktur kognitifnya. Piaget tidak melihat perkembangan kognitif sebagai sesuatu yang dapat didefenisikan secara kuantitatif. Ia menyimpulkan bahwa daya piker atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif.
            Bagaimana seseorang memperoleh kecakapan intelektual, pada umumnya akan berhubungan dengan proses mencari keseimbangan antara apa yang mereka rasakan dan mereka ketahui pada satu sisi dengan apa yang mereka lihat suatu fenomena baru sebagai pengalaman atau persoalan. Bila seseorang dalam kondisi sekarang dapat mengatasi situasi baru, keseimbangan mereka tidak akan terganggu. Jika tidak, ia harus melakukan adaptasi dengan lingkungannya.
            Proses adaptasi mempunyai dua bentuk dan terjadi secara simultan, yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah proses perubahan apa yang dipahami sesuai dengan struktur kognitif yang ada sekarang, sementara akomodasi adalah proses perubahan struktur kognitif sehingga dapat dipahami. Dengan kata lain, apabila individu menerima informasi atau pengalaman baru maka informasi tersebut akan dimodifikasi sehingga cocok dengan struktur kognitif yang telah dipunyainya. Proses ini disebut asimilasi. Sebaliknya, apabila struktur kognitif yang sudah dimilikinya yang harus disesuaikan dengan informasi yang diterima, maka hal ini disebut akomodasi.
            Asimilasi dan akomodasi akan terjadi apabila seseorang mengalami konflik kognitif atau suatu ketidakseimbangan antara apa yang telah diketahui dengan apa yang dilihat atau dialaminya sekarang. Proses ini akan mempengaruhi struktur kognitif. Menurut Piaget, proses belajar akan terjadi jika mengikuti tahap-tahap asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi (penyeimbangan). Proses asimilasi merupakan proses pengintegrasian atau penyatuan informasi baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimiliki oleh individu. Proses akomodasi merupakan proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Sedangkan proses ekuilibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Sebagai contoh, seorang anak sudah memahami prinsip pengurangan. Ketika mempelajari prinsip pembagian, maka terjadi proses pengintegrasian antara prinsip pengurangan yang sudah dikuasainya dengan prinsip pembagian (informasi baru). Inilah yang disebut proses asimilasi. Jika anak tersebut diberikan soal-soal pembagian, maka situasi ini disebut akomodasi. Artinya, anak tersebut sudah dapat mengaplikasikan atau memakai prinsip-prinsip pembagian dalam situasi yang baru dan spesifik.
            Agar seseorang dapat terus mengembangkan dan menambah pengetahuannya sekaligus menjaga stabilitas mental dalam dirinya, maka diperoleh proses penyeimbangan. Proses penyeimbangan yaitu menyeimbangkan antara lingkungan luar dengan struktur kognitif yang ada dalam dirinya. Proses inilah yang disebut ekuilibrasi. Tanpa proses ekuilibrasi, perkembangan kognitif seseorang akan mengalami gangguan dan tidak teratur (disorganized). Hal ini misalnya tampak pada caranya berbicara yang tidak runtut, berbelit-belit, terputus-putus, tidak logis, dan sebagainya. Adaptasi akan terjadi jika terdapat kesimbangan di dalam struktur kognitif.
            Sebagaimana dijelaskan di atas, proses asimilasi dan akomodasi mempengaruhi struktur kognitif. Perubahan struktur kognitif merupakan fungsi dari pengalaman, dan kedewasaan anak terjadi melalui tahap-tahap perkembangan tertentu. Menurut piaget, proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap-tahap perkembangan sesuai dengan umurnya. Pola dan tahap-tahap ini bersifat hirarkhis, artinya harus dilalui berdasarkan urutan tertentu dan seseorang tidak dapat belajar sesuatu yang berada di luar kognitifnya. Piaget membagi tahap-tahap perkembangan kognitif ini menjadi empat yaitu;

a.       Tahap sensorimotor (umur 0-2 tahun)
Pertumbuhan kemampuan anak tampak dari kegiatan motorik dan persepsinya yang sederhana. Ciri pokok perkembangannya berdasarkan tindakan, dan dilakukan langkah demi langkah. Kemampuan yang dimilikinya antara lain:
1)      Melihat dirinya sendiri sebagai mahkluk yang berbeda dengan objek di sekitarnya.
2)      Mencari rangsangan melalui sinar lampu dan suara.
3)      Suka memperhatikan sesuatu lebih lama.
4)      Mendefinisikan sesuatu dengan memanipulasinya.
5)      Memperhatikan objek sebagai hal yang tetap, lalu ingin merubah tempatnya.

b.      Tahap preoperasional (umur 2-7/8 tahun)
Cirri pokok perkembangan pada tahap ini adalah pada penggunaan symbol atau bahasa tanda, dan mulai berkembangannya konsep-konsep intuitif. Tahap ini dibagi menjadi dua, yaitu preoperasional dan intuitif. Preoperasional (umur 2-4 tahun), anak telah mampu menggunakan bahsa dalam mengembangkan konsepnya, walaupun masih sangat sederhana. Maka sering terjadi kesalahan dalam memahami objek. Karakteristik tahap ini adalah:
1)      Self counter nya sangat menonjol.
2)      Dapat mengklasifikasikan objek pada tingkat dasar secara tunggal dan mencolok.
3)      Tidak mampu memusatkan perhatian pada objek-objek yang berbeda.
4)      Mampu mengumpulkan barang-barang menurut criteria, termasuk criteria yang benar.
5)      Dapat menyusun benda-benda secara berderet, tetapi tidak dapat menjelaskan perbedaan antara deretan.

Tahap intuitif (umur 4-7 atau 8 tahun), anak telah dapat memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak abstrak. Dalam menarik kesimpulan sering tidak diungkapkan dengan kata-kata. Oleh sebab itu, pada usia ini anak telah dapat mengungkapkan isi hatinya secara simbolik terutama bagi mereka yang memiliki pengalaman yang luas. Karakteristik tahap ini adalah:
1)      Anak dapat membentuk kelas-kelas atau kategori objek, tetapi kurang disadarinya.
2)      Anak mulai mengetahui hubungan secara logis terhadap hal-hal yang lebih kompleks.
3)      Anak dapat melakukan sesuatu terhadap sejumlah ide.
4)   Anak mampu memperoleh prinsip-prinsip secara benar. Dia mengerti terhadap sejumlah objek yang teratur dan cara mengelompokkannya. Anak kekekalan masa pada usia 5 tahun, kekekalan berat pada usia 6 tahun, dan kekekalan volume pada usia 7 tahun. Anak memahami bahwa jumlah onjek adalah tetap sama meskipun objek itu dikelompokkan dengan cara yang berbeda.

c.       Tahap operasional konkret (umur 7 atau 8-11 atau 12 tahun)
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis, dan ditandai adanya reversible dan kekekalan. Anak telah memiliki kecakapan berpikir logis, akan tetatpi hanya dengan benda-benda yang bersifat konkret. Operation adalah suatu tipe tindakan untuk memanipulasi objek atau gambaran yang ada di dalam dirinya. Karenanya kegiatan ini memerlukan proses transformasi informasi ke dalam dirinya sehingga tindakannya lebih efektif. Anak sudah tidak perlu coba-coba dan membuat kesalahan, karena anak sudah dapat berpikir dengan menggunakan model “kemungkinan” dalam melakukan kegiatan tertentu. Ia dapat menggunakan hasil yang telah dicapai sebelumnya. Anak mampu menangani sistem klasifikasi.

d.      Tahap Operasional formal (umur 11/12-18 tahun)
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola berpikir “kemungkinan”. Model berpikir ilmiah dengan tipe hipothetico-de-ductive dan inductive sudah mulai dimiliki anak, dengan kemampuan menarik kesimpulan, menafsirkan dan mengembangkan hipotesa. Pada tahap ini kondisi berpikir anak sudah dapat:
1)   Bekerja secara efektif dan sistematis.
2)   Menganalisa secara kombinasi.
3)   Berpikir secara proposional,
4)   Menarik generalisasi secara mendasar pad satu macam isi.

Proses belajar yang dialami seorang anak pad tahap sensorimotor tentu akan berbeda dengan proses belajar yang dialami oleh seorang anak pada tahap preoperasional, dan akan berbeda pula dengan mereka yang sudah berada tahap operasional konkret, bahkan dengan mereka yang sudah pada tahap operasional formal

3.      Teori Belajar Menurut Bruner
Jerome Brunet (1903) adalah seorang pengikut setia teori kognifif, khususnya dalam studi perkembangan fungsi kognitif la menandai perkembangan kognitif manusia sebagai berikut:
a.       Perkembangan intelektual ditandai dengan adanya kemajuan dalam menanggapi suatu rangsangan.
b.      Peningkatan pengetahuan tergantung pada perkembangan sistem penyimpanan informasi secara realis.
c.       Perkembangan intelektual meliputi perkembangan kemampuan berbicara pada diri sendiri atau pada orang lain melalui kata-kata atau lambang tentang apa yang telah dilakukan dan apa yang akan dilakukan. Hal ini berhubungan dengan kepercayaan pada diri sendiri.
d.      Interaksi secara sistematis antara pembimbing, guru atau orang tua dengan anak diperlukan bagi perkembangan kognitifnya.
e.       Bahasa adalah kunci perkembangan kognitif, karena bahasa merupakan alat komunikasi antara manusia. Untuk memahami konsep-konsep yang ada diperlukan bahasa. Bahasa diperlukan untuk mengkomunikasikan suatu konsep kepada orang lain.
f.       Perkembangan kognitif ditandai dengan kecakapan untuk mengemukakan beberapa alternatif secara simultan, memilih tindakan yang tepat, dapat memberikan prioritas yang berurutan berbagai situasi.

Dalam memandang proses belajar, Bruner menekankan adanya pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku seseorang. Dengan teorinya yang disebut free discovery learning, ia mengatakan bahwa proses belajar akan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep , teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya. Jika Piaget menyatakan bahwa perkembangan kognitif sangat berpengaruh terhadap perkembangan bahasa seseorang, maka Bruner menyatakan bahwa perkembangan bahasa besar pengaruhnya terhadap perkembangan kognitif.
Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu: enactive, iconic, dan symbolic.
1)      Tahap enaktif, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upayanya untuk memahami lingkungan sekitarnya. Artinya, adalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik. Misalnya, melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya.
2)      Tahap ikonik, seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampi) dan perbandingan (komparasi).
3)      Tahap simbolik, seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol-simbol bahsa, logika, matematika, dan sebagainya. Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak sistem simbol. Semakin matang seseorang dalam proses berpikirnya, semakin dominan sistem simbolnya. Meskipun begitu tidak berarti ia tidak lagi menggunakan sistem enaktif dan ikonik. Penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran merupakan salah satu bukti masih diperlukannya sistem enaktif dan ikonik dalam proses belajar.

Menurut Bruner, perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan cara menyusun materi pelajaran dan menyajikannya sesuai dengan tahap perkembangan orang tersebut. Gagasannya mengenai kurikulum spiral (a spiral curriculum) sebagai suatu cara mengorganisasikan materi pelajaran tingkat makro, menunjukkan cara mengurutkan materi pelajaran mulai dari mengajarkan materi secara umum, kemudian secara berkala kembali mengajarkan materi yang sama dalam cakupan yang lebih rinci. Pendekatan penataan materi dari umum ke rinci yang kemukakannya dalam materi yang dipelajari dengan tahap perkembangan kognitif orang yang belajar.
Demikian jugal model pemahaman konsep dari Bruner (dalam Degeng, 1989), menjelaskan bahwa pembentukan konsep dan pemahaman konsep merupakan dua kegiatan mengkategori yang berbeda yang menuntut proses berpikir berbeda pula. Seluruh kegiatan mengkategori meliputi mengidentifikasi dan menempatkan contoh-contoh (objek-objek atau peristiwa-peristiwa) ke dalam kelas dengan menggunakan dasr criteria tertentu. Dalam pemahaman konsep, konsep-konsep sudah ada sebelumnya. Sedangkan dalam pembentukan konsep adalah sebaliknya, yaitu tindakan untuk membentuk kategori-kategori baru. Jadi merupakan tindakan penemuan konsep.
Menurut Bruner, kegiatan mengkategori memiliki dua komponen yaitu; 1) tindakan pembentukan konsep, dan 2) tindakan pemahaman konsep. Artinya, langkah pertama adalah pembentukan konsep, kemudian baru pemahaman konsep. Perbedaan antara keduanya adalah:
1)      Tujuan dan tekanan dari kedua bentuk perilaku mengkategori ini berbeda.
2)      Langkah-langkah dari kedua proses berpikir tidak sama.
3)      Kedua proses mental membutuhkan strategi mengajar yang berbeda.


Bruner memandang bahwa suatu konsep memiliki 5 unsur, dan seseorang dikatakan memahami suatu konsep apabila ia mengetahui semua unsur dari konsep itu, meliputi;
1)      Nama.
2)      Contoh-contoh baik yang positif maupun negatif.
3)      Karakteristik, baik yang pokok maupun tidak.
4)      Rentangan karakteristik.
5)      Kaidah.

  1. Teori belajar Bermakna Ausubel
Teori-teori belajar yang ada selama ini masih banyak menekankan pada belajar asosiatif atau belajar menghafal. Belajar demikian tidak banyak bermakna bagi siswa. Belajar seharusnya merupakan asimilasi yang bermakna bagi siswa. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa dalam bentuk struktur kognitif.
Struktur kognitif merupakan struktur organisasional yang ada dalam ingatan seseorang yang mengintegrasikan unsur-unsur pengetahuan yang terpisah-pisah ke dalam suatu unit konseptual. Teori kognitif banyak memusatkan perhatiannya pada konsepsi bahwa perolehan dan retensi pengetahuan baru merupakan fungsi dari struktur kognitif yang telah dimiliki siswa. Yang paling awal mengemukakan konsep ini adalah Ausubel.
Berdasrkan pada konsepsi organisasi kognitif seperti yang telah dikemukakan oleh Ausubel tersebut, dikembangkanlah oleh para pakar teori kognitif suatu model yang lebih eksplisit yang disebut dengan schemata. Sebagai struktur organisasional, skemata berfungsi untuk mengintegrasikan unsur-unsur pengetahuan yang terpisah-pisah, atau sebagai tempat untuk mengkaitkan pengetahuan baru. Atau dapat dikatakan bahwa skemata memiliki fungsi ganda, yaitu:
1)      Sebagai skema yang menggambarkan atau merepresentasikan organisasi pengetahuan. Seseorang yang ahli dalam suatu bidang tertentu akan dapat digambarkan dalam skemata yang dimilikinya.
2)      Sebagai kerangka atau tempat untuk mengkaitkan atau mencantolkan pengetahuan baru.

Skemata memiliki fungsi asimilatif. Artinya, bahwa skemata berfungsi untuk mengasimilasikan pengetahuan baru ke dalam hirarkhi pengetahuan, yang secara progresif lebih rinci dan spesifik dalam struktur kognitif seseorang. Inilah proses belajar yang paling dasar yaitu mengasimilasikan pengetahuan baru ke dalam skemata yang tersusun secara hirarkhis. Sturktur kognitif yang dimiliki individu menjadi faktor utama yang mempengaruhi kebermaknaan dari perolehan pengetahuan baru. Oleh sebab itu maka diperlukan adanya upaya untuk mengorganisasi isi atau materi pelajaran serta penataan kondisi pembelajaran agar dapat memudahkan proses asimilasi pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif orang yang belajar.
Mendasarkan pada konsep di atas, Mayer (dalam Degeng, 1993) menggunakan pengurutan asimilatif untuk mengorganisasi pembelajaran, yaitu pengurutan asimilatif untuk mengorganisasi pembelajaran, yaitu mulai dengan menyajikan informasi-informasi yang sangat umum dan inklusif menuju ke informasi-informasi yang khusus dan spesifik. Penyajian informasi pada tingkat umum dapat berperan sebagai kerangka isi bagi informasi-informasi yang lebih rinci.
Semakin besar jumlah dasar pengetahuan yang dimiliki seseorang, makin besar pula peluang yang dimiliki untuk memilih. Demikian pula, semakin baik cara penataan pengetahuan di dalam dasar pengetahuan, makin mudah pengetahuan tersebut ditelusuri dan dimunculkan kembali pada saat diperlukan.

a.       Hirarhki belajar.
Gagne menekankan kajiannya pada aspek penataan urutan materi pelajaran dengan memunculkan gagasan mengenai prasyarat belajar, yang dituangkan dalam suatu struktur isi yang disebut hirarhki belajar. Keterkaitan di antara bagian-bagian bidang studi yang dituangkan dalam bentuk prasyarat belajar, berarti bahwa pengetahuan tertentu harus dikuasai lebih dahulu sebelum pengetahuan yang lain dapat dipelajari.

b.      Analisi tugas.
Cara lain yang dipakai untuk menunjukkan keterkaitan isi bidang studi adalah information-processing approach to task analysis. Tipe hubungan procedural ini memberikan urutan dalam menampilkan tugas-tugas belajar. Hubungan procedural menunjukkan bahwa seseorang dapat saja mempelajari langkah terakhir dari suatu prosedur pertama kali, tetapi dalam unjuk kerja ia tidak dapat mulai dari langkah terakhir.

c.       Subsumptive sequence.
Ausubel mengemukakan gagasannya mengenai cara membuat urutan isi pengejaran yang dapat menjadikan pengajaran lebih bermakna bagi yang belajar.

d.      Kurikulum spiral.
Gagasan tentang kurikulum spiral yang dikemukakan oleh Bruner dilakukan dengan cara mengurutkan pengajaran. Urutan pengajaran dimulai dengan mengajarkan isi pengajaran secara umum, kemudian secara berkala kembali mengajarkan isi yang sama dengan cakupan yang lebih rinci.

e.       Teori Skema.
Teori skema juga menggunakan urutan umum ke rinci. Teori ini memandang bahwa proses belajar sebagai perolehan pengetahuan baru dalam diri seseorang dengan cara mengkaitkannya dengan struktur kognitif yang sudah ada.

f.       Webteaching.
Webteachuing yang dikemukakan Norman, merupakan suatu prosedur menata urutan isi bidang studi yang dikembangkan dengan menampilkan pentingnya peranan struktur pengetahuan yang telah dimiliki oleh seseorang, dan struktur isi bidang studi yang akan dipelajari. Pengetahuan baru yang akan dipelajari secara bertahap harus diintegrasikan dengan struktur pengetahuan yang telah dimilikinya.

g.      Teori Elaborasi.
Teori elaborasi mengintegrasikan sejumlah pengetahuan tentang strategi penataan isi pelajaran yang sudah ada, untuk menciptakanmodel yang kompreshensif tentang cara mengorganisasia pengajaran pada tingkta makro. Teori ini mempreskripsikan cara pengorganisasian isi bidang studi mengikuti urutan umum ke rinci, dimulai dengan menampilkan epitome (strukutur isi bidang studi yang dipelajari), kemudian mengelaborasi bagian-bagian yang ada dalam epitome secara lebih rinci.

C. Aplikasi Teori Kognitif dalam Kegiatan Pembelajaran
Hakekat belajar menurut teori kognitif dijelaskan sebagi suatu aktifitas belajar yang berkaitan dengan penataan informasi, reorganisai perseptual, dan proses internal. Dalam merumuskan tujuan pembelajran, mengembangkan strategi dan tujuan pembelajaran, tidak lagi mekanistik sebagaimana yang dilakukan dalam pendekatan behavioristik. Kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar amat diperhitungkan, agar belajar lebih bermakna bagi siswa. Sedangkan kegiatan pembeljarannya mengikuti prionsip-prinsip sebagi berikut:
1.      Siswa bukan sebagai orang dewasa yang muda dalam proses berpikirnya. Mereka mengalami perkembangan kognitif melalaui tahap-tahap tertentu.
2.      Anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar dengan baik, terutama jika menggunakan benda-benda kongkrit.
3.      Keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar amat dipentingkan, karena hanya dengan mengaktifkan siswa maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik.
4.      Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengkaitkan pengalaman atau informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki si belajar.
5.      Pemahaman dan retensi akan meningkat jika materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola atau logika tertentu, dari sederhana ke kompleks.
6.      Belajar memahami akan lebih bermakna dari pada belajar menghafal. Agar bermakna, informasi baru harus disesuaikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa. Tugas guru adalah menunjukkan hubungan antara apa yang sedang dipelajari dengan apa yang telah diketahui siswa.
7.      Adanya perbedaan individual pada diri siswa perlu diperhatikan, karena faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa. Perbedaan tersebut misalnya pada motivasi, persepsi, kemampuan berpikir, pengetahuan awal, dan sebaginya.

Ketiga tokoh aliran kognitif di atas secara umum memiliki pandangan yang sama yaitu mementingkan keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar. Menurut Piaget, hanya dengan mengaktifkan siswa secara optimal maka proses asimilasi dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik. Sementara itu, Bruner lebih melalui aktivitas menemukan (discovery). Dari pemahaman di atas, maka langkah-langkah pembelajaran yang dikemukakan oleh masing-masing tokoh tersebut berbeda. Secara garis besar langkah-langkah pembelajaran yang dikemukakan oleh Suciati dan Prasetya Irawan (2001) dapat digunakan. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:

Langkah-langkah pembelajaran menurut Piaget:
1.      Menentukan tujuan pembelajaran.
2.      Memilih materi pelajaran.
3.      Menentukan topik-topik yang dapat dipelajari siswa secara aktif.
4.      Menentukan kegiatan pembelajaran yang sesuai untuk topik-topik tersebut, misalnya penelitian, memecahkan masalah, diskusi, simulasi, dan sebagainya.
5.      Mengembangkan metode pembelajaran untuk merangsang kreatifitas dan cara berpikir siswa.
6.      Melakukan penilaian proses dan hasil siswa.

Langkah-langkah pembelajaran menurut Bruner:
1.      Menentukan tujuan pembelajaran.
2.      Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya).
3.      Memilih materi pelajaran.
4.      Menentukan topik-topik yang dapat dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-contoh ke generalisasi).
5.      Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas, dan sebagainya untuk dipelajari siswa.
6.      Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik, sampai ke simbolik.
7.      Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.

Langkah-langkah pembelajaran menurut Ausubel:
1.      Menentukan tujuan pembelajaran.
2.      Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemapuan awal, motivasi, gaya belajar, dan sebagainya).
3.      Memilih materi pelajaran sesuai dengan karakteristik siswa dan mengaturnya dalam bentuk konsep-konsep inti.
4.      Menentukan topik-topik dan menampilkannya dalam bentuk advance organizer yang akan dipelajari siswa.
5.      Mempelajari konsep-konsep inti tersebut, dan menerapkannya dalam bentuk nyata/konkret.
6.      Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa.




BAB V
TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISTIK
DAN PENERAPANNYA DALAM
PEMBELAJARAN

Pada bagian ini dikaji tentang pandangan konstruktivistik terhadap proses belajar dan aplikasinya dalam kegiatan pembelajaran.
A.Tujuan Pembelajaran
Indikator keberhasilan belajar,jika anda dapat menjelaskan:
1)      Karakteristik manusia masa depan yang diharapkan.
2)      Konstruksi pengetahuan.
3)      Proses belajar menurut teori konstruktivistik.
4)      Perbandingan pembelajaran tradisional(behavioristik) dan pembelajaran konstruktivistik.
B.Uraian Materi
1.   Karakteristik Manusia Masa Depan yang Diharapkan
Karakteristik manusia masa depan yang dikehendaki tersebut adalah manusia-manusia yang memiliki kepekaan,kemandirian,tanggung jawab terhadap resiko dalam mengambil keputusan,mengembangkan segenap aspek potensi melalui proses belajar yang terus menerus untuk menemukan diri sendiri dan menjadi diri sendiri yaitu suatu proses . . . (to) learn to be.Mampu melakukan kolaborasi dalam memecahkan masalah yang luas dan kompleks bagi kelestarian dan kejayaan bangsanya (Raka Joni,1990).
Kepekaan, berarti ketajaman baik dalam arti kemampuan berpikirnya,maupun kemudahan tersentuhan hati nurani di dalam melihat dan merasakan segala sesuatu,mulai dari kepentingan orang lain sampai dengan kelestarian lingkungan yang merupakan gubahan sang pencipta.Kemandirian,berarti kemampuan menilai proses dan hasil berpikir orang lain,serta keberanian bertindak sesuai dengan apa yang dianggapnya benar dan perlu.Tanggung jawab, berarti kesediaan untuk menerima segala konsekuensi keputusan serta tindakan sendiri.Kolaborasi, berarti disamping mampu berbuat yang terbaik bagi dirinya sendiri,individu dengan ciri-ciri diatas juga mampu bekerja sama dengan individu lainnya dalam meningkatkan mutu kehidupan bersama.

2.   Konstruksi Pengetahuan
Pengetahuan seseorang merupakan konstruksi dari dirinya.Pada bagian ini akan dibahas teori belajar konstruktivistik kaitannya dengan pemahaman tentang apa pengetahuan itu, proses mengkonstruksi pengetahuan, serta hubungan antara pengetahuan, realitas, dan kebenaran.Menurut pendekatan konstruktivistik, pengetahuan bukanlah kumpulan fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari,melainkan pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru.
Von Galserfeld (dalam Paul, S., 1996) mengemukakan bahwa ada beberapa kemampuan yang diperlukan dalam proses mengkonstruksi pengetahuan, yaitu; 1) kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman, 2) kemampuan membandingkan dan mengambil keputusan akan kesamaan dan perbedaan, dan 3) kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman yang satu dari pada lainnya.
Faktor-faktor yang juga mempengaruhi proses mengkonstruksi pengetahuan adalah konstruksi pengetahuan seseorang yang telah ada,domain pengalaman, dan jaringan struktur kognitif yang dimilikinya.

3.    Proses Belajar Menurut Teori Konstruktivistik
Pada bagian ini akan dibahas proses belajar dari pandangan konstruktivistik dari aspek-aspek si-belajar,peranan guru, sarana belajar, dan evaluasi belajar.
Proses belajar konstruktivistik.
Secara konseptual, sebagai pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannyamelalui proses asimilasi dan akomodasi yangb bermuara pada pemutahkiran struktur kognitifnya.Kegiatan belajar lebih dipandang dari segi prosesnya dari pada segi perolehan pengetahuan dari fakta-fakta yang terlepas-lepas.
Peranan siswa (Si-belajar).
Menurut pandangan konstruktivistik, belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan.Pembentukan ini harus dilakukan oleh si belajar.Ia harus aktif melakukan kegiatan,aktif berpikir,menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari.Namun yang akhirnya paling menentukan terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar siswa sendiri.
Peranan Guru.
Dalam belajar konstruktivistik guru atau pendidik berperan membantuagar proses pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar.
Peranan kunci guru dalam interaksi pendidikan adalah pengendalian,yang meliputi;
1)      Menumbuhkan kemandirian dengan menyediakan kesempatan untuk mengambil keputusan dan bertindak.
2)      Menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan dan bertindak,dengan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siswa.
3)      Menyediakan sistem dukungan yang memberikan kemudahan belajar agar siswa mempunyai peluang optimaluntuk berlatih.
Sarana belajar.
Pendekatan konstruktivistik menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan belajar adalah aktifitas siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri.Segala sesuatu seperti bahan,media,peralatan,lingkungan,dan fasilitas lainnya disediakan untuk membantu pembentukan tersebut.
Evaluasi belajar.
Pandangan konstruktivistik menegemukakan bahwa realitas ada pada pikiran seseorang.Manusia mengkonstruksi dan menginterprestasikannya berdasarkan pengalamannya.Pandangan konstruktivistik mengakui bahwa pikiran adalah instrumen penting dalam menginterprestasikan kejadian, objek, dan pandangan terhadap dunia nyata,dimana interprestasi tersebut terdiri dari pengetahuan dasar manusia secara individual.

4. Perbandingan Pembelajaran Tradisional (Behavioristik) dan Pembelajaran       Konstruktivistik
Secara rinci perbedaan karakteristik antara pembelajaran tradisional atau behavioristik dan pembelajaran konstruktivistik adalah sebagai berikut:
Pembelajaran tradisional
Pembelajaran konstruktivistik
Ø  Kurikulum  disajikan dari bagian-bagian menuju keseluruhan dengan menekankan pada keterampilan-keterampilan dasar.
Ø  Kurikulum disajikan mulai dari keseluruhan menuju kebagian-bagian, dan lebih mendekatkan pada konsep-konsep yang lebih luas.
Ø  Pembelajaran sangat taat pada kurikulum yang telah ditetapkan.
Ø  Pembelajaran lebih menghargai pada pemunculan pertanyaan dan ide-ide siswa.
Ø  Kegiatan kurikuler lebih banyak mengandalkan pada buku teks dan buku kerja.
Ø  Kegiatan kurikuler lebih banyak mengandalkan pada sumber-sumber data primer dan manipulasi bahan.
Ø  Siswa-siswa dipandang sebagai “kertas kosong” yang dapat digoresi informasi oleh guru, dan guru-guru pada umumnya menggunakan cara didaktik dalam menyampaikan informasi kepada siswa.
Ø  Siswa dipandang sebagai pemikir-pemikir yang dapat memunculkan teori-teori tentang dirinya.
Ø  Penilaian hasil belajar atau pengetahuan siswa dipandang sebagai bagian dari pembelajaran,dan biasanya pada akhir pelajaran dengan cara testing.

Ø  Pengukuran proses dan hasil belajar siswa terjalin di dalam kesatuan kegiatan pembelajaran. Dengan cara guru mengamati hal- hal yang sedang dilakukan siswa, serta melalui tugas- tugas pekerjaan.  
Ø  Siswa-siswa biasanya bekerja sendiri-sendiri,tanpa ada group process dalam belajar.
Ø  Siswa- siswa banyak belajar dan bekerja didalam group process.


BAB VI
TEORI BELAJAR HUMANISTIK DAN
PENERAPANNYA DALAM PEMBELAJARAN

            Pada bagian ini dikaji tentang pandangan teori humanistik terhadap proses belajar dan aplikasinya dalam kegiatan pembelajaran. Pembahasan diarahkan pada hal-hal seperti, pengertian belajar menurut teori humanistik, pandangan Kolb terhadap belajar, pandangan Honey dan Mumford terhadap belajar, pandangan Habermas terhadap belajar dan pandangan Bloom dan Krathwohl terhadap belajar. Kajian diakhiri dengan memaparkan hasil aplikasi teori humanistik dalam kegiatan pembelajaran.
A.    Tujuan pembelajaran
Setelah mempelajari bab ini diharapkan anda memiliki kemampuan untuk mengkaji hakikat belajar menurut teori humanistik dan penerapannya dalam kegiatan pembelajaran.
B.     Uraian materi

1.      Pengertian Belajar Menurut Teori Humanistik
Menurut teori humanistik proses belajar harus dimulai dan ditunjukan untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. Teori ini sangat mementingkan isi yang dipelajari dari pada proses belajar itu sendiri. Teori belajar ini lebih banyak berbicara dengan konsep-konsep pendidikan untuk membentuk manusia yang dicita-citakan, serta tentang proses belajar dalm bentuknya yang paling ideal.
Dalam pelaksanaannya, teori humanistik ini antara lain tampak juga dalam pendekatan belajar yang dikemukakan oleh Ausubel. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan diihbungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Factor motivasi dan pengalaman emosional sangat penting dalam peristiwa belajar, sebab tanpa motifasi dan keinginan dari pihak si belajar, maka tidak akan terjadi asimilasi pengetahuan baru ke dalam struktur kog nitif yang dimilikinya. Manusia adalah makhluk yang kompleks. Banyak ahli di dalam menyusun teorinya hanya terpukaupada aspek tertentu yang sedang menjadi pusat perhatiannya.

2.      Pandangan Kolb terhadap Belajar
Menurut Kolb ada 4 tahapan belajar yaitu :
a. Tahapan Pengalaman Konkert ,
b. Tahap pengamatan aktif dan reflektif,
c. Tahapan konseptualis,dan
d. Tahapan Eksperimentasi aktif

a.  Tahap Pengalaman Konkret
            Pada tahap paling awal dalam peristiwa belajar adalah seseorang mampu atau dapat mengalami suatu peristiwa atau suatu kejadian sebagaimana adanya. Ia dapat melihat dan merasakannya, dapat menceritakan peristiwa tersebut sesuai dengan apa yang dialaminya. Namun ia belum memiliki kesadaran tentang hakikat dari peristiwa tersebut.

b. Tahap Pengamatan aktif dan reflektif
            Tahap kedua dalam peristiwa belajar adalah bahwa seseorang makin lama akan semakin mampu melakukan observasi secara aktif terhadap peristiwa yang dialaminya. Ia berupaya untuk memcari jawaban dan memikirkan kejadian tersebut. Ia melakukan refleksi terhadap peristiwa yang dialaminya, gengan mengembangkan pertanyaan – pertanyaan bagaimana hal itu bisa terjadidan mengapa hal itu meski terjadi.

c. Tahap Konseptualisasi
            Tahap ketiga dalam peristiwa belajar adalah sesorang sudah mulai berupaya untuk membuat abstraksi,mengembangkan suatu teori ,konsep,atau hukum dan prosedur tentang sesuatu yang menjadi objek perhatiannya. Walaupun kejadian – kejadian yang diamati tampak berbeda – beda, namun memiliki komponen – komponen yang sama yang dapat dijadikan dasar aturan bersama.
d.  Tahap Eksperimentasi aktif
            Tahap terakhir adari peristiwa  belajar menurut Qolb adalaah melakukan eksperimentasi secara aktif.Pada tahap ini seseorang sudah mampu  mengaplikasikan konsep-konsep,teori-teori atau aturan-aturan kedalam situasi nyata. Tahap-tahap belajar demikian dilukiskan oleh Kolb sebagai suatu siklus yang berkesinambungan dan berlangsung di luar  kesadaran orag yang beajar.
3.      Pandangan Honey dan Mumford terhadap Belajar
Teori-teori humanistik lainnya adalah Honey dan Mumford. Pandangan tentang belajar diilhami oleh pandangan Kolb mengenai tahapan – tahapan belajar di atas.

a.       Kelompok aktivis
Orang – orang yang termasuk ke dalam kelompok aktivis adalah mereka yang senang melibatkan diri dan berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan dengan tujuan untuk memperoleh pengalaman – pengalaman baru.

b.      Kelompok reflektor
Mereka yang termasuk dalam kolompok ferlektor mempunyai kecendrungan yang berlawanan dengan mereka yang termasuk kelompok aktivis. Dalam melakukan suatu tindakan, orang – orang tipe reflector sangat berhati – hati dan penuh pertimbangan.

c.       Kelompok teroris
Mereka memiliki kecendrungan yang sangat kritis, suka menganalisis, selalu berfikir rasional dengan menggunakan penalarannya. Segala sesuatu sering dikembalikan kepasa teori dan konsep – konsep atau hokum.

d.      Kelompok pragamis
Memiliki sifat – sifat yang praktis, tidak suka berpanjang lebar dengan teori – teori, konsep – konsep, dalil – dalil, dan sebagainya. Bagi mereka yang penting adalah aspek – aspek praktis, sesuatu yang nyata dan dapat dilaksanakan.
C.    Aplikasi teori belajar humanistic dalam kegiatan pembelajaran
Dalam prakteknya teori humanistic ini cenderung mengarahkan siswa untuk berfikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar. Namun paling tidak langkah – langkah pembelajaran yang dikemukaan oleh Suciati dan Prasetya Irawan (2001) dapat digunakan secara acuan. Langkah – langkah yang dimaksut sebagi berikut:
1.      Menentukan tujuan pembelajaran.
2.      Menentukan materi pembelajaran.
3.      Mengidentifikasi kemampuan awal siswa.
4.      Mengidentifikasi topic – topic pelajaran yang memungkinkan siswa secara aktif melibatkan diri atau mengalami dalam belajar.
5.      Merancang fasilitas belajar seperti lingkungan dan media pembelajaran.
6.      Membimbing siswa belajar secara aktif.
7.      Membimbing siswa untuk memahami hakikat makna dari pengalaman belajarnya.
8.      Membimbing siswa untuk membuat konseptualisasi pengalaman belajarnya.
9.      Membimbing siswa dalam mengaplikasikan konsep – konsep baru kesituasi nyta.
10.   Mengevaluasi proses dan hasil belajar.










BAB VII
TEORI BELAJAR SIBERNETIK DAN
PENERAPANNYA DALAM PEMBELAJARAN

Pada bagian ini dikaji tentang pandangan teori sibernetik terhadap proses belajar dan aplikasinya dalam kegiatan pembelajaran. Pembahasan diarahkan pada hal-hal seperti, pengertian belajar menurut teori sibernetik, teori pemprosesan informasi, teori belajar menurut Landa, teori belajar menurut Pask dan Scott. Kajian diakhiri dengan memaparkan aplikasi teori sibernetik dalam kegiatan pembelajaran.
A.  Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari bab ini anda diharapkan memiliki kemampuan untuk mengkaji hakekat belajar menurut teori sibernetik dan penerapannya dalam kegiatan pembelajaran.
Sedangkan indicator keberhasilan belajar jika anda dapat menjelaskan:
1)   Pengertian belajar menurut teori sibernetik.
2)   Teori pemprosesan informasi.
3)   Teori belajar menurut Landa.
4)   Teori belajar menurut Pask dan Scott.
5)   Aplikasi teori sibernetik dalam kegiatan pembelajaran.

B.  Uraian Materi
1.    Pengertian Belajar Menurut Teori Sibernetik
Teori belajar sibernetik merupakan teori belajar yang relatif baru dibandingkan dengan teori-teori yang sudah dibahas sebelumnya. Teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu informasi. Menurut teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi. Seolah-olah teori ini mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yang mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar. Proses belajar memang penting dalam teori sibernetik, namun yang lebih penting lagi adalah sistem informasi yang diproses yang akan dipelajari siswa. Informasi inilah yang akan menentukan proses. Bagaimana proses belajar akan berlangsung, sangat ditentukan oleh sistem informasi yang dipelajari.
Asumsi dari teori sibernetik adalah bahwa tidak ada satu proses belajarpun yang ideal untuk segala situasi, dan yang cocok untuk semua siswa. Sebab cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi. Sebuah informasi mungkin akan dipelajari oleh sistem informasi. Sebuah informasi mungkin akan dipelajari oleh seorang siswa dengan satu macam proses belajar, dan informasi yang sama mungkin akan dipelajari siswa lain melalui proses belajar yang berbeda.
Implementasi teori sibernetik dalam kegiatan pembelajaran telah dikembangkan oleh beberapa tokoh, di antaranya adalah pendekatan-pendekatan yang berorientasi pada pemprosesan informasi yang dikembangkan oleh Gage dan Berliner, Biehler, Snowman, Baine, dan Tennyson. Konsepsi Landa dalam model pendekatannya yang disebut algoritmik dari heuristik juga termasuk teori sibernetik. Pask dan scott yang membagi siswa mennjadi tipe menyeluruh atau wholist, dan tipe serial atau serialist juga menganut teori sibernetik.
2.    Teori Pemprosesan Informasi
Dalam upaya menejelaskan bagaimana suatu informasi (pesan pengajaran) diterima, disandi, disimpan, dan dimunculkan kembali dari ingatan serta dimanfaatkan jika diperlukan, telah dikembangkan sejumlah teori dan model pemprosesan informasi oleh para pakar seperti Biehler dan snowman (1986); Baine (1986); dan Tennyson (1989). Teori-teori tersebut umumnya berpijak pada tiga asumsi (Lusiana, 1992) yaitu:
a.       Bahwa antara stimulus dan respon terdapat suatu seri tahapan pemprosesan informasi di mana pada masing-masing tahapan dibutuhkan sejumlah waktu tertentu.
b.      Stimulus yang diproses melalui tahapan-tahapan tadi akan mengalami perubahan bentuk ataupun isinya.
c.       Salah satu dari tahapan mempunyai kapasitas yang terbatas.
Dari ketiga asumsi tersebut, dikembangkan teori tentang komponen struktur dan pengaturan alur pemprosesan informasi (proses control). Komponen pemproses informasi dipilah menjai tiga berdasarkan perbedaan fungsi, kapasitas, bentuk informasi, serta proses terjadinya ‘lupa”. Ketiga komponen tersebut adalah; 1) sensory receptor, 2) working memory, dan 3) long term memory. Sedangkan proses control diasumsikan sebagai strategi yang tersimpan di dalam ingatan dan dapat dipergunakan setiap saat diperlukan. Jika digambarkan adalah sebagai berikut:








 

Kreativitas pengetahuan
 
                                                                                                                            



 
                                                                                                                                

Bagan: Model Pemprosesan informasi (Adaptasi dari Gage dan Berliner)

a.    Sensory Receptor (SR)
Sensory Receptor (SR) merupakan sel tempat pertama kali informasi diterima dari luar. Di dalam SR informasi ditangkap dalam bentuk aslinya, informasi hanya dapat bertahan dalam waktu yang sangat singkat, dan informasi tadi mudah terganggu atau berganti.
b.    Working Memory (WM)
Working Memory (WM) diasumsikan mampu menangkap informasi yang diberi perhatian (attention) oleh individu. Pemberian perhatian ini dipengaruhi oleh peran persepsi. Karakteristik WM adalah bahwa; 1) ia memiliki kapasitas yang terbatas, lebih kurang 7 alots. Informasi di dalamnya hanya mapu bertahan kuramg lebih 15 detik apabila tanpa upaya pengulangan atau rehearsal. 2) informasi dapat disandi dalam bentuk yang berbeda dari stimulus aslinya.
c.    Long Term Memory (LTM)
Long Term Memory (LTM) diasumsikan: 1) berisi semua pengetahuan yang telah dimiliki oleh individu, 2) mempunyai kappasitas tidak terbats, dan 3) bahwa sekali informasi disimpan di dalam LTM ia tidak akan pernah terhapus atau hilang.
Berpijak pada kajian di atas, Reigeluth, Bunderson dan Merrill (1977) mengembangkan suatu strategi penataan isi atau materi pelajaran yang bersusunan dengan empat bidang masalah, yaitu; pemilihan (selection), penataan urutan (sequencing), rangkuman (summary), dan sintesisis (synthesizing).
3.    Teori Belajar Menurut Landa
Salah satu penganut aliran sibernetik adalah Landa. Ia membedakan ada dua macam proses berpikir, yaitu proses berpikir algoritmik dan proses berpikir heuristik. Proses berpikir algoritmik, yaitu proses berpikir yang sistematis, tahap demi tahap, linier, konvergen, lurus menuju ke satu target tujuan tertentu. Contoh-contoh proses algoritmik misalnya kegiatan menelpon, menjalankan mesin mobil, dan lain-lain. Sedangkan cara berpikir heuristik, yaitu cara berpikir devergen, menuju ke beberapa target tujuan sekaligus. Memahami suatu konsep yang mengandung arti ganda dan penafsiran biasanya menuntut seseorang untuk menggunakan cara berpikir heuristik. Contoh proses berpikir heuristic misalnya operasi pemilihan atribut geometri, penemuan cara-cara pemecahan masalah, dan lain-lain.
4.    Teori Belajar menurut Pask dan Scoot
Pask dan Scott juga termasuk penganut teori sibernetik. Menurut mereka ada dua macam berpikir, yaitu cara berpikir serialis dan cara berpikir wholist atau menyeluruh. Pendekatan serialis yang dikemukakannya memiliki kesamaan dengan pendekatan algoritmik. Namun apa yang dikatakan sebagai cara berpikir menyeluruh (wholist) tidak sama dengan cara berpikir heuristik. Bedanya, cara berpikir menyeluruh adalah berpikir yang cenderung melompat ke depan, langsung ke gambaran lengkap sebuah sistem informasi. Siswa yang tipe wholist atau menyeluruh ini biasanya dalam mempelajari sesuatu cenderung dilakukan dari tahap yang paling umum kemudian bergerak ke yang lebih khusus atau detail. Sedangkan siswa tipe serialist dalam mempelajari sesuatu cenderung menggunakan cara berpikir secara algoritmik.

C.  Aplikasi Teori Belajar Sibernetik dalam kegiatan Pembelajaran
Teori belajar pengolahan informsasi teramsuk dalam lingkup teori kognitif yang mengemukakan bahwa belajar adalah proses internal yang tidak dapat diamati secara langsung dan merupakan perubahan kemampuan yang terikat pada situasi tertentu.
Teori belajar pemprosesan informasi mendeskripsikan tindakan belajar merupakan proses internal yang mencakup beberapa tahapan. Tahapan-tahapan ini dapat dimudahkan dengan menggunakan metode pembelajaran yang mengikuti urutan tertentu sebagai peristiwa pembelajaran (the events of instruction), yang mempreskripsikan kondisi belajar internal dan eksternal utama untuk kapabilitas apapun. Sembilan tahapan dalam peristiwa pembelajaran yang diasumsikan sebagai cara-cara eksternal yang berpotensi mendukung proses-proses internal dalam kegiatan belajar adalah:
1.      Menarik perhatian.
2.      Memberitahukan tujuan pembelajaran kepada siswa.
3.      Merangsang ingatan pada prasyarat belajar.
4.      Menyajikan bahan perangsang.
5.      Memberikan bimbingan belaajar.
6.      Mendorong untuk kerja.
7.      Memberikan balikan informatif.
8.      Menilai unjuk kerja.
9.      Meningkatkan retensi dan alih belajar.
Dalam mengorganisasikan pembeljaran perlu dipertimbangkan ada tidaknya prasyarat belajar untuk suatu kapabilitas, apakah siswa telah memiliki prasyarat belajar yang diperlukan. Ada prasyarat belajar utama, yang harus dikuasai siswa, dan ada prasyarat belajar pendukung yang dapat memudahlan belajar. Pengorganisasian pembeljaran untuk kapabilitas belajar tertentu dijelaskan sebagi berikut:
1.      Pengorganisasian pembelajaran ranah keterampilan intelektual.
2.      Pengorganisaian pembelajaran ranah informasi verbal.
3.      Pengorganisaian pembeljaran ranah strategi kognitif.
4.      Pengorganisaian pembeljaran ranah sikap.
5.      Pengorganisaian pembeljaran ranah keterampilan motorik.
Dengan demikian aplikasi teori sibernetik dalam kegiatan pembelajaran yang dikemukakan oleh Suciati dan Prasetya Irawan (2001) baik diterapkan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran.
2.      Menentukan materi pembelajaran.
3.      Mengkaji sistem informasi yang terkandung dalm materi pelajaran.
4.      Menentukan pendekatan belajar yang sesuai dengan sistem informasi tersebut (apakah algoritmik atau heuristik).
5.      Menyusun materi pelajaran dalam urutan yang sesuai dengan sistem informasinya.
6.      Menyajikan materi dan membimbing siswa belajar dengan pola yang sesuai dengan urutan materi pelajaran.













BAB VIII
TEORI BELAJAR REVOLUSI SOSIOKULTULAR DAN
PENERAPANNYA DALAM PEMBELAJARAN

Pada bagian ini dikaji tentang pandangan teori belajar revolusi-sosiokultural dan aplikasinya dalam kegiatanpembelajaran.
A.Tujuan Pembelajaran
Secara khusus indikator hasil belajar yang diharapkan,anda dapat menjelaskan:
1)      Teori belajar Piagetian
2)      Teori belajar Vygotsky
3)      Aplikasi teori belajar revolusi-sosiokultural dalam kegiatan pembelajaran.
B.  Uraian Materi
1.Teori Belajar Piagetian
Menurut Piaget,perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik,yaitu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis dalam bentuk perkembangan sistem syaraf.Makin bertambah umur seseorang,makin komplekslah susunan sel syarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya.Kegiatan belajar terjadi seturut dengan pola tahap-tahap perkembangan tertentu dan umur seseorang.Ketika individu berkembang menuju kedewesaan,ia akan mengalami adaptasi biologis dengan lingkungannya yang akan menyebabkan adanya perubahan-perubahan kualitatif di dalam struktur kognitifnya.Perolehan percakapan intelektual akan berhubungan dengan proses mencari keseimbangan antara apa yang mereka rasakan dan ketahui pada satu sisi dengan apa yang mereka lihat suatu fenomena baru sebagai pengalaman atay persoalan.
Teori konflik-sosiokognitif Piaget ini mampu berkembang luas dan merajai bidang psikologi dan pendidikan.Disamping itu, dalam kegiatan belajar piaget lebih mementingkan interaksi antara siswa dengan kelompoknya.Perkembangan kognitif akan terjadi dalam interaksi antara siswa dengan kelompok sebayanya daripada dengan orang-orang yang lebih dewasa.Pembenaran terhadap teori piaget ini jika diterapkan dalam kegiatan pendidikan dan pembelajaran akan kurang sesuai dengan perspektif revolusi-sosiokultural yang sedang diupayakan saat ini.

2. Teori Belajar Vygotsky
Pandangan yang mampu  sociocultural-revolution dalam teori belajar dan pembelajaran dikemukakan oleh Lev Vygotsky.Ia mengatkan bahwa jalan pikiran seseorang harus dimengerti dari latar sosial-budaya dan sejarahnya.Artinya,untuk memahami pikiran seseorang bukan dengan cara menelusuri apa yang ada di balik otaknya dan pada kedalaman jiwanya, melainkan dari asal usul tindakan sadarnya, dari interaksi sosial yang dilatari oleh sejarah hidupnya(Moll 7 Greenberg, 1990).
Menurut Vygotsky , perolehan pengetahuan dan perkembangan kognitif seseorang yaitu pengetahuan dan perkembangan kognitif individu berasal dari sumber-sumber sosial di luar dirinya,Hal ini tidak berarti bahawa individu bersikap pasif dalam perkembangan kognitifnya,tetapi Vygotsky juga menekankan pentingnya peran aktif seseorang dalam mengkonstruksi pengetahuannya.Maka teori Vygotsky sebenarnya lebih tepat disebut dengan pendekatan kokonstruktivisme.Maksudnya, perkembangan kognitif seseorang disamping ditentukan oleh individu sendiri secara aktif,juga oleh lingkungan sosial yang aktif pula.
Konsep-konsep penting teori sosiogenesis Vygotsky tentang perkembangan kognitif yang sesuai dengan revolusi-sosiokultural dalam teori belajar dan pembelajaran yaitu:

a.      Hukum genetik tentang perkembangan (genetic law of development)
Menurut Vygotsky,setiap kemampuan seseorang akan tumbuh dan berkembang melewati dua tataran,yaitu tataran sosial tempat orang-orang membentuk lingkungan sosialnya dan tataran psikologis di dalam diri orang yang bersangkutan.
Pada mulanya anak berpartisipasi dalam kegiatan sosial tertentu tanpa memahami maknanya.Pemaknaan atau konstruksi pengetahuan baru muncul atau terjadi melalui proses internalisasi yaitu mampu memunculkan perubahan dan perkembangan yang tidak sekedar berupa transfer atau pengalihan.Maka belajar dan berkembang merupakan satu kesatuan dan saling menentukan.


b.      Zona perkembangan proksimal (zone of proximel development)
Vygotsky juga mengemukakan konsepnya tentang zona perkembangan proksimal.Menurutnya,perkembangan kamampuan seseorang dapat dibedakan ke dalam dua tingkat,yaitu tingkat perkembangan aktual dimana tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan berbagai masalah secara mandiri.Ini disebut sebagai kemampuan intramental.Sedangkan tingkat perkembangan potensial tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas dan memecahkan masalah ketika di bawah bimbngan orang dewasa atau ketika berkolaborasi dengan teman sebaya yang lebih kompeten.Ini disebut sebagai kemampuan intermental.Jarak antara keduanya,yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial ini disebut zoba perkembangan proksimal.

c.       Mediasi
Menurut Vygotsky,kunci utama untuk memahami proses-proses sosial dan psikologis adallah tanda-tanda atau lambang-lambang yang berfungsi sebagai mediator.Ada dua jenis mediasi,yaitu mediasi metakognitif  dimana menggunakan alat-alat semiotik yang bertujuan untuk melakukan self-regulation atau regulasi diri,meliputi self-planning,self-monitoring,self-checking dan self-evaluating sedangkan mediasi kognitif adalah penggunaan alat-alat kognitif untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan pengetahuan tertentu atau subject-domain problem.
Berdasarkan pada teori Vygotsky di atas,maka akan diperoleh keuntungan jika:
a.         Anak memperoleh kesempatan yang luas untuk mengembangkan zona perkembangan proksimalnya atau potensinya melalui belajar dan berkembang.
b.         Pembelajaran perlu lebih dikaitkan dengan tingkat perkembangan potensialnya daripada tingkat perkembangan aktualnya.
c.         Pembelajaran lebih diarahkan pada penggunaan strategi untuk mengembangkan kemampuan intermentalnya dari pada kemampuan intramentalnya.
d.        Anak diberi kesempatan yang luas untuk mengintegrasikan pengetahuan deklaratif yang telah dipelajarinya dengan pengetahuan prosedural yang dapat digunakan untuk melakukan tugas-tugas dan memecahkan masalah.
e.         Proses belajar dan peembelajaran tidak sekedar bersifat transferal tetapi lebih merupakan kokontruksi,yaitu suatu proses mengkonstruksi pengetahuan atau makna baru secara bersama-sama antara semua pihak yang terlibat didalamnya.

C. Aplikasi Teori Belajar Revolusi-Sosiokultural Dalam Pembelajaran
Bimbingan atau bantuan dari orang dewasa atau teman yang lebih kompeten sangat efektif untuk meningkatkan produktiftas belajar.Bantuan-bantuan tersebut tentunya harus sesuai dengan konteks sosiokultural atau karakteristik anak.Bimbingan oleh orang dewasa atau oleh teman sebaya yang lebih kompeten bermanfaat untuk memahami alat-alat semiotik,seperti bahasa,tanda,dan lambang-lambang.Anak mengalami proses internalisasi yang selanjutnya alat-alat ini berfungsi sebagai mediator bagi proses-proses psikologis lebih lanjut dalam diri anak.Maka bentuk-bentuk pembelajaran kooperatif-kolaboratif,serta pembelajaran kontekstual sangat tepat diterapkan.
Dengan pengkonsepsian kesiapan belajar demikian, maka pemahaman tentang karakteristik siswa yang berhubungan dengan sosiokultural dan kemampuan awalnya sebagai pijakan dalam pembelajaran perlu lebih dicermati artikulasinya,sehingga dapat dihasilkan perangkat lunak pembelajaran yang benar-benar menantang namun tetap produktif dan kreatif.







BAB IX
TEORI KECERDASAN CANDA DAN
PENERAPANNYA DALAM KEGIATAN
PEMBELAJARAN

1.      Pentingnya Mengembangkan Keterampilan Hidup

Kehidupan masyarakat dunia semakin berubah, dari masyarakat ekonomi, pertanian menjadi masyarakat industry dan sekarang sudah berada dalam masyarakat informasi.proses pendidikan dan pembelajaran pada masyarakat pertanian berpusat pada guru, sedangkan masyarakat industri pembelajaran berpusat pada kurikulum. Pada masyarakat informasi, proses pembelajaran berpusat pada siswa atau peserta didik dan hasil belajarnyapun banyak detentukan oleh komunikasi interaktif. Pola pendidikan masal bagi banyak orang yang selama ini dilakukan berubah menjadi individualized instrugtion for the masses.
  Guru atau pendidik dituntut untuk menguasai keterampilan-keterampilan membelajarkan siswanya agar anak-anak menguasai keterampilan dasar yang kemudian berkembang menjadi keterampilan yang lebih tinggi, memperdalam kualitas pengetahuan, kratuvitas, kemampuan inovasi, berekspresi, dan memiliki aneka ragam keterampilan. Keterampilan dalam maknanya yang luas diartikan sebagai keterampilan demi kehidupan dan penghidupan yang bermartabat dan sejahtera lahir dan batin. Upaya untuk melakukan  intenfikasi dan ekstensifikasi pendidikan keterampilan, adanya keterampilan-keterampilan yang bermutu dan relevan yang bersifat kejuruan, intelektual,social, dan managerial.
  Kecenderungan pembelajaran yang selalu menekan pada aspek skolastik ini akan meghasilkan generasi mudayang kurang berinisiatif seperti menunggu intruksi, tajut salah, malu mendahului yang lain, ikut-ikutan, salah tapi masih berani bicara (tidak bertanggung jawab). Pendekatan skolastik dalam pembelajaran sangat mementingkasn aspek-aspek akademik yang cenderung memberikan tekanan pada perkembangan intelegensi sebatas aspek kognitif.

2.      Teori Kecerdasan Ganda
Howard Gardner,hasil penelitiannya menunujukan tidak ada satupun kegiatan manusia yang hanya mengunakan satu macan kecerdasan, melainkan seluruh kecerdasan.Semua kecerdasan bekerja sama sebagai satu kesatuan yang utuh dan terpadu. Komposisiketerpaduan tentu berbeda-beda pada masing-masingbudaya. Namun semua kecerdasan dapat diubah dan ditingkatkan.  Kecerdasan yang menonjol akan mengontrol kecerdasan- kecerdasan lainnya dalam memecahkan masalah.
Pokok-pokok pikiran yang dikemukakan gardner yaitu :
1.      Manusia mempunyai kemampuan meningkatkan dan memperkuat kecerdasannya,
2.      Kecerdasa selain dapat berubah dapat pula diajarkan kepada orang lain,
3.      Kecerdasan merupakan realitas majemuk yang muncul dibagian berbeda pada sistem otak,
4.      Pada tingkat tertentu, kecerdasan merupakan suatu kesatuan yang utuh.
Kecerdasan adalah suatu kemampuan untuk memecahkan masalah atau menghasilkan sesuatu yang dibutuhkan di dalam latar budaya tertentu. Penelitian  Gardner mengidentifikasi ada 8 macam kecerdasan manusia, kemudian diikutioleh tokokh-tokoh lain dengan menambahkan 2 kecerdasan lagi, sehingga ada 10 kecerdasa, yaitu :
a.       Kecerdasan verbal/bahasa (verbal linguistic intelligence)
Kecerdasa ini bertabggungjawab terhadap semua hal tentang bahasa. Kecerdasan inidapat diperkuat dengan kegiatan-kegiatan berbahasa baik lisan maupun tertulis.
b.      Kecerdasan Logika/matematik (logical/mathematical intelligence)
Kecerdasan ini disebut berfikir ilmiah, berfikir induktif dan deduktif.kecerdasan ini timbul bila seseorang menghadapi masalah atau tantangan baru dan berusaha menyelesaikannya.
c.       Kecerdasan Visual/Ruang
Kecerdasan visual berkaitan dengan misal; senirupa, navigasi, arsitektur, permainan catur.
d.      Kecerdasan Tubuh/gerak tubuh
Kecerdasan tubuh mengendalikan kegiatan tubuh untuk menyatakan perasaan,permainan,dll.Tubuh manusia mengetahui benar hal-hal yang tidak diketahuo oleh pikiran.
e.       Kecerdasan Musikal/Ritmik
Kecerdasan ritmik melibatkan kemampuan manusia untuk mengenali dan menggunakan ritme dan nada,serta kepekaan terhadap bunyi-bunyian dilingkungan sekitar manusia.
f.       Kecerdasan interpersonal
Kecerdasan interpersonal berhubungan dengan kemampuan bekerja sama dengan berkomunikasi baik verbal maupun non verbal dengan orang lain. Mampu mengenali perbedaan perasaan, tempramen maupun motivasi orang lain.
g.      Kecerdasan  intrapersonal
Kecerdasan intrapersonal mengendalikan pemahaman terhadap aspek internal diri seperti,perasaan,proses berfikir,refleksi diri,intuisi,dan spiritual.
h.      Kecerdasan naturalis
Kecerdasan naturalis banyak dimiliki oleh pakar lingkungan seorang penduduk di daerah pedalaman dapat mengenali tanda-tanda akan terjadi perubahan lingkungan.
i.        Kecerdasan spiritual
Kecerdasan spiritual banyak dimiliki oleh para rohaniwan.kecerdasan ini berkaitan dengan bagaimana manusia berhubungan dengan tuhannya.
j.        Kecerdasan eksistensial
Kecerdasan eksistensial banyak dijumpai pada para filusuf.

3.      Kriteria keabsahan Munculnya teori Kecerdasan
a.       Memiliki dasar biologis.
Kecenderungan untuk mengetahui dan memecahkan masalah merupakan sifat dasar biologis/fisiologis manusia.
b.      Bersifat universal bagi spesies mnausia.
Hadirnya kecerdasan adalah bersifat universal.dengan kata lain, kecerdasan berakar pada spesies manusia itu sendiri.
c.       Nilai budaya suatu keterampilan.
Cara untuk memahami sesuatu didukung oleh budaya manusia dan merupakan hal yang harus diteruskan kepadagenerasi penerus.
d.      Memiliki basis neurologi.
Setiap kecerdasan memilki bagian tertentu pada otak sebagai pusat kerjanya dan diaktifkan  oleh informasi eksternal maupun internal.
e.       Dapat dinyatakan dalam bentuk symbol.
Setiap kecerdasan dapat dinyatakan dalam bentuk symbol atau tanda-tanda tertentu, dan kecerdasan dapat dialihkan atau diajarkan.

4.      Strategi Dasar Pembelajaran kecerdasan Ganda

Ada beberapa strategi dasar dalam kegiatan pembelajaran untuk mengembangkan kecerdasan ganda, yaitu:
a.       Membangunkan/memicu kecerdasan, yaitu upaya untuk mengaktifkan indera dan menghidupkan kerja otak.
b.      Memperkuat kecerdasan, yaitu dengan cara member latihan dan memperkuat kemampuan membangun kecerdasan.
c.       Mengajar untuk kecerdasan, yaitu upaya-upaya mengembangkan struktur pelajaran yang mengacu pada penggunaan kecerdasan ganda.
d.      Mentransfer kecerdasan, yaitu usaha untuk memenfaatkan berbagai cara yang telah dilatihkan di kelas untuk memahami realitas di luar kelas atau lingkungan nyata.

Mengembangkan Kecerdasan Ganda Dalam Kegiatan pembelajaran
           
           Pendidikan /pembelajaran ditinjau dari sudut pandang kecerdasan ganda lebih mengarah kepada hakekat dari pendidikan itu sendiri, yaitu yang secara langsung berhubungan dengan eksistensi, kebenaran, dan pengetahuan. Untuk member dasar terhadap teori yang dikemukakan Gardner merancang dasar-dasar ”tes” tertentu dimana setiap kecerdasan harus dipertimbangkan sebagai intelegensi yang terlatih dan memiliki banyak pengalaman, yang tidak disebut sebagai talenta atau bakat. Hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam teori kecerdasan ganda, yaitu : 1) setiap orang memiliki kecerdasan; 2) banyak orang yang mengembangkan kecerdasan sampai ke tingkat yang optimal; 3) kecerdasan biasanya bekerja bersama dengan cara yang unik; 4) ada banyak cara untuk menjadi cerdas. 
           Pengalaman-pengalaman menyenangkan ketika belajar akan menjadi aktivator bagi perkembangan kecerdasan pada tahap perkembangan berikutnya. Sedangkan pengalaman-pengalaman yang menakutkan, memelukan, menyebabkan marah, dan emosi,

BAB X
PENUTUP

            Perubahan-perubahan baru dalam kehidupan bermasyarakat diera globalisasi dewasa ini ditandaioleh maraknya berbagai problem social adalah bersumber dari lemahnya sumber daya manusia dan modal sosial yang ada di masyarakat. Pendidikan  paling bayak memberikan kontribusi munculnya persoalan tersebut. Upaya mengatasi maslah-masalah tersebut, bidang pendidikan akan dapat menguatkan kembali sumber-sumber daya manusia dalam rangka menghadapi perubahan-perubahan tersebut.
            Pembahsan pada tiap bab menunjukan perlu adanya perubahan-perubahan cara pandang dalam dunia pendidikan. Perubahan dilakukan agar pendidikan sesuai dengan tuntutan perkembangan dan kebutuhan masyarakat serta perubahan dunia. Pendidikan yang perspektif global untuk menyiapkan peserta didik agar mampu berperan dalam konstalasi masyarakat global di samping berkarakter nasional. Paradigm baru pendidikan nasional yang memberikan arah pada otonomi atau desentralisasi pendidikan,berorientasi pendidikan holistic untuk mengembangkan kesedaran individu akan nilai-nilai kesetuan dalam kemajuan budaya,serta menjunjung tinggi nilai moral,kemanusiaan,dan religi, erta kretivitas,produktivitas, berfikir kritis, bertanggung jawak, kemandirian,serta kemampuan berkolaborasi.
            Tujuan di atas dapat tercapai jika system pendidikan memberikan peluang kepada guru untuk berimajinasi dan mengembangkan kreativitasnya. Guru seharusnya dibebaskan dariberbagaihal teknis dan formalism yang selama ini membelenggunya. Kebebasab bukanlah sikap semaunya sendiri. Kebebasan mangarah pada sikap penghargaan akan keunikan serta kekhasan masing-masing individu sebagai pribadi. Kebebasan inilah yang membuat manusia mampu mengembangkan seluruh potensi secara optimal, mampu mengkritis dan memilih arah hidupnya.
            Pandangan tentang konsep pendidikan yang membebaskan dan kritis akan tampak pada pergeseran pendidikan dari pendidikan yang lebih menekan pada aspek kognitif menuju kepada seluruh aspek potensi manusia secara utuh.