TUGAS RESUME
BELAJAR
DAN PEMBELAJARAN
DISUSUN
OLEH
KELOMPOK
I :
1.
FIRMA YENI (RRA1C410056)
2.
KIKY WIDYA LOKA (RRA1C410044)
3.
LILI SULISTIORINI (RRA1C410084)
4.
MARLINA MARBUN (RRA1C410086)
5.
MELA RISTIKA (RRA1C410008)
6.
NURRUDIN (RRA1C410060)
DOSEN
PENGAMPU : Drs. H. FIRMAN
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2011/2012
BAB I
PENDAHULUAN
System pendidikan yang dianut bukan lagi suatu upaya
pencerdasan kehidupan bangsa agar mampu mengenal rrealitas diri dan dunianya,
melainkan suatu upaya pembukaan kesadaran yang disengaja dan terencana
(Berybe,2001) yang menutup proses perubahan dan perkembangan.
Peserta didik adalah manusia yang identitas
insaninya sebagai subyek berkesadaran perlu dibela dan ditegakkan lewat system dan model pendidikan yang
bersifat bebas dan egaliter. Hal itu dapat dilakukan dengan pendidikan bebas
dan metode pembelajaran aksi dialogal. Keaktifan siswa menjadi meunsure penting
dalam menentukan kesuksesan belajar.
Untuk mengembangkan agar manusia menjadi matang
tidak cukup hanya dilatih, tetapi juga harus dididik. Siswa dididik untuk
realis, mengakuuui kehidupan yang multi-emosional, tidak seragam dan lain
sebagainya, mendidik bukan sekedar menjadikan anak terampil terhadap
lingkungannya, serta untuk menjadi dirinya dan peka terhadap lingkungannya.
Lingkungan belajar yang demokratis memberi
kebeebasan pada anak untuk melakukan pilihan-pilihan tindakan belajar dan akan
mendorong anak untuk terlibat fisik, emosional dan mental dalam proses belajar
sehingga akan dapat memunculkan kegiatan-kegiatan yang kreatif-produktif.
Para pendidik (guru) dan para perancang pendidikan
serta pengembang program-program pembelajaran perlu menyadari pentingnya pemahaman
terhadap hakikat belajar dan pembelajaran. Pendidik/pengajar professional dapat
memilih teori belajar dan pembelajaran yang tepat untuk tujuan tertentu dengan
cirri-ciri siswa yang dihadapi dan dengan kondisi lingkungan serta sarana dan
prasarana yang tersedia.
BAB II
TEORI DESKRIPTIF DAN
TEORI PRESKRIPTIF
Bruner (dalam Degeng,1989) mengemukakan bahwa teori
pembelajaran adalah preskriptif dan teori belajar adalah deskriptif. Teori
belajar menaruh perhatian pada hubungan antara variable-variabel yang
menentukan hasil belajar. Teori ini menaruh perhatian pada bagaimana seseorang
belajar. Sedangkan teori pembekajaran menaruh perhatian pada bagaimana sesorang
mempenbgaruhi orang lain agar terjadi proses belajar. Teori pembelajaran
mengontrol variable-varibel yang dispesifikasi dalam teori belajar agar dapat
memudahkan belajar.
Teori-teori dan prinsip-prinsip pembelajaran yang
preskriptif, kondisi dan hasil pembelajaran sebagai variable bebas dan metode
yang optimal sebagai variable tergantung. Teori preskriptif adalah goal
oriented (mencapai tujuan), sedangkan teori deskriptif adalah goal free
(memberikan hasil). Variable yang diamati dalam penngembangan teori-teori
pembelajaran yang preskriptif yaitu metode optimal untuk mencapai tujuan,
sedangkan pengembangan teori deskriptif variable yang diamati yaitu hasil
sebagai efek dari interaksi antara metode dan kondisi.
Teori pembelajaran preskriptif berisi seperangkat
preskriptif guna mengoptimalkan hasil pembelajaran yang diinginkan pada kondisi
tertentu dan teori pembelajaran deskriptif
berisi ,deskriptif mengenai hasil pembelajaran yang muncul sebagai akibat
metode tertentu pada kondisi tertentu.
2. Proposisi
Teori Deskripsi dan Teori Preskriptif
Proposi teori deskriptif menggunakan struktur logis
“Bila, Maka”, Sedangkan teori preskriptif menggunakan struktur “Agar, Lakukan
ini” (Landa dalam Degeng 1990).
Contohnya:
-
Teori Deskripsi
Bila isi/materi pelajaran (kondisi) diorganisasi
dengan menggunakan moidel elaborasi (metode), maka perolehan belajar dan retensi
(hasil) akan meningkat.
-
Teori Deskriptif
Agar perolehan belajar dan retensi (hasil)
meningkat, organisasilah isi m,ateri pelajaran (kondisi) dengan menggunakan
model elaborasi (metode).
Hubungan antar variable dalam teori pembelajaran
deskriptif: misalnya model elaborasi dimanipulasi dan digunakan untuk
mengorganisasi isi/mateeri pelajaran dan interaksi keduanya akan membawaz pada
perolehan belajar terhadap materi pelajaran yang dipelajari siswa untuk
mengetahui keefektifan model elaborasi sebagai model pengorganisasian
isi/materi pelajaran. Hasil nyata ini sebagai indicator keefektifan model
elaborasi.
Hubungan antara variable dalam proposisi teori
pembelajaran preskriptif: dalam hal ini, hasil dan kondisi pembelajaran
ditetapkan terlebih dahulu kemudian memilih metode yang optimal untuk mencapai
hasil pembelajaran yang diinginkan tersebut.
3. Teori Belajar
dan Teori Pembelajaran Kaitannya dengan Teori Deskriptif dan Teori Preskriptif
Sama halnya dengan teori pembelajaran, teori belajar
juga ada yang bersifat deskriptif ataupun preskriptif (Reigeluth dalam
Degeng,1989). Namun, teori belajar yang preskriptif bukanlah teori
pembelajaran. Teori pembelajaran mengungkapkan hubungan antara kegiatan
pembelajaran dengan proses-proses psikologis dalam diri pelajar, sedangkan
teori belajar mengungkapkan hubungan antara fenomena yang ada dalam diri si
pelajar.
Teori pembelajaran harus memasukkan variable metode
pembelajaran, ini sangat pent ing sebab banyak terjadi yang dianggap sebagi
teori pembalajaran yang sebenarnya adalah teori belajar. Teori pembelajaran
selalu menyebutkan metode poembelajaran, sedangkan teori belajar tidak dengan
metode pembelajaran.
Teori belajar deskriptif menggunakan proposisi
teoritik “Jika, Maka” yang menyatakan apa yang terjadi secara psikologis bila
suatu tindakan belajar dilakukan seseorang.
BAB
III
TORI
BELAJAR BEHAVIORISTIK DAN
PENERAPANYA
DALAM
PEMBELAJARAN
Pada
bagian ini dikaji tentang pandangan teori
behavioristik terhadap teori belajar dan aplikasinya dalam kegiatan pembelajaran. Pembahasan
diarahkan pada pengertian belajar
menurut teori behavioristik, belajar
menurut pandangan Thorndike, Watson,
Clark Hull, Edwin Ghutrie, dan Skinner. Kajian diakahiri dengan penerapan teori
belajar behavioristik dalam kegiatan
pembelajaran.
A.
Tujuan
Pembelajaran
Setelah mempelajari bab ini
diharapkan anda memiliki kemamapuan
untuk mengkaji hakikat
belajar menurut teori
balajar behavioristik dan penerapan
teori dalam kegiatan
pembelajaran.
Sedangkan indikator keberhasilan belajar
jika anda dapat
menjelaskan :
1.Pengetian belajar menurut pandangan
teori behavioristik
2. Teori belajar menurut Thorndike
3. Teori belajar
menurut Watson
4. Teori belajar
menurut Clar Hull
5. Teori belajar
menurut Edwin Ghutrie
6. Teori belajar
menurut Skinner
7. Aplikasi teori
behavioristik dalam kegiatan pembelajaran.
A. Pengertian
Belajar Menurut Pandangan Teori Behavioristik
Menurut
teori behavioristik, belajar adalah perubahan
tingkah laku sebagai akibat dari
adanya interaksi antara stimulus dan
respon.Dengan kata lain,belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa
dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai
hasil interaksi antara stimulus dan respon.Seseorang dianggap telah belajar
sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya.
Menurut
teori ini yang terpenting adalah masukan
atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output yang berupa respons. Menurut teori ini,apa yang terjadi
di antara stimulus dan respon dianggap
tidak penting diperhatikan karena tidak
dapat diamati dan tidak dapat diukur.
Yang dapat diamati hanyalah stimulus dan respons. Oleh sebab itu,apa saja yang diberikan
guru (stimulus), dan apa saja yang dihasilkan siswa (respons), semuanya harus
dapat diamati dan dapat diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab
pengukuran merupakan suatu hal yang penting untuk melihat terjadi tidaknya
perubahan tingkah laku tersebut.
Faktor
lain juga dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor penguatan
(reinforcement). Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya
respon. Bila penguatan ditam bahkan (positive reinforcement) maka respon akan
semakin kuat. Begitu juga bila pengutan dikurangi (negative reinforcement)
responpun akan tetap dikutkan. Misalnya , ketika peserta didik diberi tugas
oleh guru, ketika tugasnya ditambahkan maka ia akan semakin giat belajarnya.
Maka penambahan tugas tersebut merupakan pengutan positif (positive
reinforcement) dalam belajar. Jadi penguatan
merupakan suatu bentuk stimulus yang penting diberikan (ditambahkan)
atau dihilangkan (dikurangi) untuk memungkinkan terjadinya respons.
Pada dasarnya para
penganut aliran behavioristik setuju dengan pengertian belajar di atas,namun
ada beberapa perbedaan pendapat di antara mereka yaitu sebagai berikut,
1.
Teori belajar menurut
thornike
Menurut thurndike, belajar adalah
proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus yaitu apa saja
yang dapat merangasang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran ,perasaan,
atau hal-hal lain yang dapat ditangkap
melalui alat indera. Sedangkan respon yaitu reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang juga dapat
berupa pikiran,perasaan, atau gerakan. Dari definisi belajar tersebut maka
perubahan tingkah laku akibat dari
kegiatan belajar itu dapat diamati.
Meskipun aliran behavioristik sangat yaitu yang dapat diamati. Teori thor dike
ini disebut juga sebagai aliran koneksionisme (connectionism).
2.
Teori Belajar Menurut Watson
Menurut teori ini,belajar adalah
proses interaksi antara stimulus dan
respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku
yang dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Dengan kata
lain,walaupun ia mengakui adanya
perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar,namun ia
menganggap hal-hal tersebut sebagai factor yang tak perlu diperhitungkan . Watson
adalah seorang behavioris murni, asumsinya bahwa hanya dengan cara demikianlah
maka akan dapat diramaikan perubahan-perubahan apa yang bakal terjadi setelah
seseorang melakukan tindak belajar. Para tokoh aliran behavioristik cenderung
untuk tidak memperhatikan hal-hal yang tidak dapat diukur dan tidak dapat
diamati,seperti perubahan-perubahan mental yang terjadi ketika belajar.
3. Teori Belajar
Menurut Clark Hull
Menurut
teori ini variabel hubungan antara stimulus dan
respon untuk menjelaskan pengertian
tentang belajar. Namun ia sangat
terpengaruh oleh teori evolusi yang dikembangkan oleh Charles Darwin. Seperti
halnya teori evol usi,semua fungsi tingkah laku
bermanfaat terutama untuk menjaga kelangsungan hidup manusia. Teori hull
mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis adalah
penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga
stimulus dalam belajarpun hamper selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis,
walaupun respon yang akan muncul mungkin dapat bermacam-macam bentuknya.
4. Teori Belajar
Menurut Edwin Guthrie
Teori ini menggunakan variable
stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Namun ia
mengemukakan bahwa stimulus tidak harus berhubungan dengan kebutuhan atau
pemuasan biologis sebagaimana yang dijelaskankonsep belajar oleh Clark dan Hull . Dijelaskannya bahwa
hubungan antara stimulus dan respon cenderung hanya bersifat semantara,oleh
sebab itu dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering mungkin
diiberikan stimulus agar hubungan antara stimulus dan respon bersifat lebih
tetap. Ia juga mengemukakan, agar respon yang muncul sifatnya lebih kuat dan bahkan menetap, maka diperlukan
berbagai macam stimulus yang berhubungan dengan respon tersebut. Ghutri juga
menganggap bahwa hukuman memegang
peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang
tepat akan mampu merubah kebiasaaan dan perilaku seseorang.
5. Teori Belajar Menurut Skinner
Ia menjelaskan konsep belajar
secara sederhana, namun dapat menunjukkan konsepnya tentang belajar secara
lebih kompheresif. Menurut skinner, hubungan antara stimulus dan respon yang
terjadi melalui interaksi dalam lingkungannya, yang kemudian akan menimbulkan
perubahan tingkah laku, tidaklah
sesederhana yang digambarkan oleh para tokoh sebelumnya. Dikatakannya
bahwa respon yang diberikan oleh seseorang tidaklah sesederhana itu. Sebab,
pada dasarnya stimulus-stimulus tersebut akan
mempengaruhi bentuk respon yang diberikan . demikian juga dengan respon
yang dimunculkan inipun akan mempunyai
konsekuensi-konsekuensi. Skinner juga
mengemukakan bahwa dengan menggunakan
perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelskan tingkah laku hanya
akan menambah rumitnya masalah. Sebab, setiap alat yang digunakan perlu penjelasan
lagi, demikian dan seterusnya.
Skinner
dan tokoh-tokoh lain pendukung teori
behavioristik memang tidak menganjurkan
digunakanya hukuman dalam kegiatan
belajar. Namun apa yang mereka sebut dengan penguat Negaif (negatife
reinforcement) cendrung membatasi siswauntk
berpikir dan berimajinasi.
Beberapa alasan mengapa skinner tidak
sependapat dengan Guthrie, Yaitu
;
1. Pengaruh hukuman
terhadap perubahan tingkah laku
sangat bersifat sementara
2. Dampak
psikologis yang buruk mungkin akan terkondisi ( menjadi
bagian dari jiwa si terhukum ) bila hukuman
berlangsung lama.
3. Hukuman mendorong
si terhuku mencari cara lain (meskipn
salah dan buruk ) agar
ia terbebas dari
hukuman. Dengan kata lain, hukuman
dapat mendorong si terhukum melakukan
hal-hal lain yang kadangkala
lebih buruk dari pada kesalahan yang
diperbuatnya.
Skinner lebih
percaya kepada apa
yang disebut sebagai
penguat negatif. Penguat negatif tidak
sama dengan hukuman. Ketidaksamaanya terletak pada
bila hukuman harus
diberikan ( sebagai stimulus ) agar respon
yang akan muncul berbeda
denga respon yang
sudah ada, sedangkan penguat negatif
( sebagai stimulus ) harus dikurangi agar respon yang sama
menjadi semakin kuat.
Lawan dari penguat
negatif adalah penguat positif ( positive reinforcement ). Keduanya bertujuan untuk
memperkuat respon. Namun bedanya
adalah bahwa penguat positif itu
ditambah,sedangkan penguat
negatif adalah dikurangi
agar memperkuat respons.
B.
Aplikasi Teori Behavioristik dalam Kegiatan
Pembelajaran
Aliran psikologi
belajar yang sangat besar mempengaruhi arah
pengembangan teori dan praktek
pendidikan da pembelajaran hingga kini
adalah aliran behavioristik. Aliran ini
menekankan pada terbentuknya
prilaku yang tampak
sebagai hasil belajar. Teori behavioristik
dengan model hubungan stimulus – responya, mendudukan orang
yang belajar sebaga individu yang
pasif respons atau prilaku tertentu
dapat dibentuk karena di kondisi dengan cara
tetentu dengan metode drill
atau pembiasaan semata.
Teori ini
hingga sekarang masih merajai
praktek pembelajaran di
indonesia. Hal ini tampak
dengan jelas pada
penyelenggaraan pembelajaran dari
tingkat paling dini,seperti
kelompok bermain, Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Seolah
Menengah, bahkan sampai di Perguruan
Tinggi, pembentukan prilaku dengan
cara drill ( pembiasaan )
disertai dengan reinforcement atau hukuman
masih sering dilakukan.
Aplikasi teori
behavioristik dalam kegiatan
pembelajaran tergantung dan beberapa
hal seperti ; tujuan pembelajaran,
sifat materi pelajaran, karakteristik siswa, media
dan fasilitas pembelajaran
yang tersedia. Pembelajaran
yang dirancang dan
dilaksanakan berpijak pada
teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalh obyektif, pasti, tetap, tidak berubah.
Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi,sehingga belajar adalah
perolehan pengetahuan, sedangkan
mengajar adalah memeindahkan
pengetahuan kepada orang
yang belajar atau siswa.
Siswa diharapkan akan memiliki pemahaman
yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya apa yang dipahami oleh pengajar atau guru
itulah yang harus dipahami oleh murid.
Karena teori behavioristik memandang bahwa
sebagai sesuatu yang ada didunia
nyata tla terstruktur rapi dan teratur, maka sisa atau orang yang belajar harus diharapakan pada aturan-aturan yanag
jelas dan ditetapkan dulu secara ketat. Pembiasaan dan disiplin
menjadi sangat esensial dalam
belajar. Sehingga pembelajaran lebih
banyak dikaitkan dengan penagakan
disiplin. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penamabahan pengetahuan
dikategorika sebagai kesalahan perlu dihukum, dan keberhasilan belajar atau
kemampuan dikategorikan sebagai bentuk prilaku yang pantas diberi hadiah.
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada
penambahan pengetahuan, sedangkan
belajar sebagai aktivitas “mimetic” , yang menuntt siswa untuk
mengungkapakan kembali pengetahuan yang
sudah dipelajari, dalambentuk laporan, kuis, atau tes. Penyajian isi atau
materi pelajaran menekankan pada kerampilan terisolasi atau akumulasi fakta
mengikuti urutan dari bagian keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan
kurkulum secara ketat, sehingga aktivitas belajar lebih banyak didasarkan pada
buku teks/buku wajib dengan penekanan pada keterampilan mengungkapakan kembali
isi buku teks/buku wajib tersebut. pembelajaran dan evaluasi menekankan pada
hasil belajar.
Evaluasi menekankan pada respon pasif, keterampilan secara terpisah, dan
biasanya mengunakan paper and pencl test. Evaluasi belajar dipandang sebagai
bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan iasanya dlakukan setelah
kegiatan selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada
kemampuan siswa secara individual.
Langkah-langkah pembelajaran yang
berpijak pada teori behavioristik yang dikemukakan oleh Suciati dan Prasetya
Irawan (2001) dapat digunakan dalam merancang
pembelajaran. Langkag-langkah tersebut meliputi :
1. Menentukan
tujuan-tujuan pembelajaran
2. Menganalisis
lingkungan kelas yan ada saat ini termasuk mengidentifikasi pengetahuan awal (
entry behavior) siswa.
3. Menentkan
materi pembelajaran.
4. Memecah
materi pelajaran menjadi bagian kecil-kecil, meliputi, pokok bahasan, sub pokok
bahasan, topik, dsb.
5. Menyajikan
materi pelajaran.
6. Memberikan stimulus, dapat berupa pertanyaan baik lisan
maupun tertulis, tes/kuis, latihan, atau
tugas-tugas.
7. Mengamati
dan mengkaji respons yang diberikan siswa
8. Memberikan
penguatan /reinforcement ( mungknpenguatan positif atau[un penguatan negatif),
ataupun hukuman.
9. Memberikan
stimulus baru.
10. Mengamati
dan mengkaji respons yang diberikan siswa.
11. Memberikan
penguatan lanjutan atau hukuman.
12. Demikian
seterusnya.
13. Evaluasi
hasil belajar.
BAB IV
TEORI BELAJAR KOGNITIF DAN PENERAPANNYA
DALAM PEMBELAJARAN
Pada bagian ini
dikaji tentang pandangan kognitif terhadap proses belajar dan aplikasi teori
kognitif dalam kegiatan pembelajaran. Pembahasan diarahakan pada pengetian
belajar menurut teori kognitif, teori perkembangan Piaget, teori belajar
menurut Bruner, dan teori belajar bermakna Ausubel. Kajian diakhiri dengan
penerapan teori belajar kognitif dalam kegiatan pembelajaran.
A.
Tujuan
Pembelajaran
Setelah
mempelajari bab ini diharapkan anda memiliki kemampuan untuk mngkaji hakikat
belajar menurut teori kognitif dan penerapan teori kognitif dalam kegiatan
pembelajaran. Sedangkan indicator keberhasilan belajar jika anda adapat
menjelaskan:
1) Pengertian
belajar menurut pandangan teori kognitif.
2) Teori
perkembangan Piaget.
3) Teori
belajar menurut Bruner.
4) Teori
belajar bermakna Ausubel.
5) Aplikasi
teori kognitif dalam kegiatan pembelajaran.
B.
Uraian Materi
1. Pengertian Belajar Menurut Teori Kognitif
Teori
belajar kognitif berbeda dengan teori belajar behavioristik. Teori belajar
kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Para
penganut aliran kognifif mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibat'kan
hubungan antara stimulus dan respon. Tidak seperti model belajar behavioristik
yang mempelajari proses belajar hanya sebagai hubungan sfimulus-respon, model
belajar kognitif mcrupakan suatu bentuk teori belajar yang sering disebut
sebagai model perseptual. Model belajar kognitif mengatakan bahwa tingkah laku
seseorang ditentukam oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang
berhubungan dengan tujuan belajarnya. Belajar merupakan perubahan persepsi dan
pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang nampak.
Teori
kognitif juga menekankan bahwa bagian-bagian dari suatu situasi saling
berhubungan dengan seluruh konteks situasi tersebut. Memisah-misahkan atau
membagi-bagi situasi/materi pelajaran menjadi komponen-komponen yang kecil-kecil dan mempelajarinya secara terpisah-pisah,
akan kehilangan makna. Teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, reteasi,
pengolahan informasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar
merupakan aktifitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.
Proses belajar terjadi antara lain mencakup pengaturan stimulus yang diterima
dan menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki dan terbentuk
di dalam pikiran seseorang berdasarkan pemahaman dan
pengalaman-pengalaman sebelumnya. Dalam praktek pembelajaran, teori kognitif antara lain tampak dalam
rumusan-rumusan seperti: “Tahap-tahap perkembangan” yang dikemukakan oleh J.
Piaget, Advance organizer oleh Ausubel, Pemahaman konsep oleh Bruner, Hirarki
belajar oleh Gagne, Webteaching oleh Norman, dan sebagainya. Berikut akan diuraikan lebih rinci beberapa
pandangan mereka.
2. Teori Perkembangan Piaget
Piaget
adalah seorang tokoh psikologi kognitif yang besar pengaruhnya terhadap
perkembangan pemikiran para pakar
kognitif lainnya. Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses
genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis
perkembangan system syaraf. Dengan demikian bertambahnya umur seseorang, maka
makin komplekslah susunan sel syarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya.
Ketika individu berkembangan menuju kedewasaan, akan mengalami adaptasi
biologis dengan lingkungannya yang akan menyebabkan adanya perubahan-perubahan
kualitatif di dalam struktur kognitifnya. Piaget tidak melihat perkembangan
kognitif sebagai sesuatu yang dapat didefenisikan secara kuantitatif. Ia
menyimpulkan bahwa daya piker atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan
berbeda pula secara kualitatif.
Bagaimana
seseorang memperoleh kecakapan intelektual, pada umumnya akan berhubungan
dengan proses mencari keseimbangan antara apa yang mereka rasakan dan mereka
ketahui pada satu sisi dengan apa yang mereka lihat suatu fenomena baru sebagai
pengalaman atau persoalan. Bila seseorang dalam kondisi sekarang dapat
mengatasi situasi baru, keseimbangan mereka tidak akan terganggu. Jika tidak,
ia harus melakukan adaptasi dengan lingkungannya.
Proses
adaptasi mempunyai dua bentuk dan terjadi secara simultan, yaitu asimilasi dan
akomodasi. Asimilasi adalah proses perubahan apa yang dipahami sesuai dengan
struktur kognitif yang ada sekarang, sementara akomodasi adalah proses
perubahan struktur kognitif sehingga dapat dipahami. Dengan kata lain, apabila
individu menerima informasi atau pengalaman baru maka informasi tersebut akan
dimodifikasi sehingga cocok dengan struktur kognitif yang telah dipunyainya.
Proses ini disebut asimilasi. Sebaliknya, apabila struktur kognitif yang sudah
dimilikinya yang harus disesuaikan dengan informasi yang diterima, maka hal ini
disebut akomodasi.
Asimilasi
dan akomodasi akan terjadi apabila seseorang mengalami konflik kognitif atau
suatu ketidakseimbangan antara apa yang telah diketahui dengan apa yang dilihat
atau dialaminya sekarang. Proses ini akan mempengaruhi struktur kognitif.
Menurut Piaget, proses belajar akan terjadi jika mengikuti tahap-tahap
asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi (penyeimbangan). Proses asimilasi
merupakan proses pengintegrasian atau penyatuan informasi baru ke dalam
struktur kognitif yang telah dimiliki oleh individu. Proses akomodasi merupakan
proses penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Sedangkan
proses ekuilibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan
akomodasi. Sebagai contoh, seorang anak sudah memahami prinsip pengurangan.
Ketika mempelajari prinsip pembagian, maka terjadi proses pengintegrasian
antara prinsip pengurangan yang sudah dikuasainya dengan prinsip pembagian
(informasi baru). Inilah yang disebut proses asimilasi. Jika anak tersebut
diberikan soal-soal pembagian, maka situasi ini disebut akomodasi. Artinya,
anak tersebut sudah dapat mengaplikasikan atau memakai prinsip-prinsip
pembagian dalam situasi yang baru dan spesifik.
Agar
seseorang dapat terus mengembangkan dan menambah pengetahuannya sekaligus
menjaga stabilitas mental dalam dirinya, maka diperoleh proses penyeimbangan.
Proses penyeimbangan yaitu menyeimbangkan antara lingkungan luar dengan
struktur kognitif yang ada dalam dirinya. Proses inilah yang disebut
ekuilibrasi. Tanpa proses ekuilibrasi, perkembangan kognitif seseorang akan
mengalami gangguan dan tidak teratur (disorganized). Hal ini misalnya tampak
pada caranya berbicara yang tidak runtut, berbelit-belit, terputus-putus, tidak
logis, dan sebagainya. Adaptasi akan terjadi jika terdapat kesimbangan di dalam
struktur kognitif.
Sebagaimana
dijelaskan di atas, proses asimilasi dan akomodasi mempengaruhi struktur
kognitif. Perubahan struktur kognitif merupakan fungsi dari pengalaman, dan
kedewasaan anak terjadi melalui tahap-tahap perkembangan tertentu. Menurut
piaget, proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap-tahap
perkembangan sesuai dengan umurnya. Pola dan tahap-tahap ini bersifat
hirarkhis, artinya harus dilalui berdasarkan urutan tertentu dan seseorang
tidak dapat belajar sesuatu yang berada di luar kognitifnya. Piaget membagi
tahap-tahap perkembangan kognitif ini menjadi empat yaitu;
a. Tahap sensorimotor (umur 0-2 tahun)
Pertumbuhan kemampuan anak tampak dari
kegiatan motorik dan persepsinya yang sederhana. Ciri pokok perkembangannya
berdasarkan tindakan, dan dilakukan langkah demi langkah. Kemampuan yang
dimilikinya antara lain:
1) Melihat
dirinya sendiri sebagai mahkluk yang berbeda dengan objek di sekitarnya.
2) Mencari rangsangan melalui sinar lampu dan
suara.
3) Suka memperhatikan sesuatu lebih lama.
4) Mendefinisikan sesuatu dengan memanipulasinya.
5) Memperhatikan objek sebagai hal yang tetap,
lalu ingin merubah tempatnya.
b. Tahap preoperasional (umur 2-7/8 tahun)
Cirri pokok perkembangan pada tahap ini adalah
pada penggunaan symbol atau bahasa tanda, dan mulai berkembangannya
konsep-konsep intuitif. Tahap ini dibagi menjadi dua, yaitu preoperasional dan
intuitif. Preoperasional (umur 2-4 tahun), anak telah mampu menggunakan bahsa
dalam mengembangkan konsepnya, walaupun masih sangat sederhana. Maka sering
terjadi kesalahan dalam memahami objek. Karakteristik tahap ini adalah:
1) Self counter nya sangat menonjol.
2) Dapat mengklasifikasikan objek pada tingkat
dasar secara tunggal dan mencolok.
3) Tidak mampu memusatkan perhatian pada
objek-objek yang berbeda.
4) Mampu mengumpulkan barang-barang menurut
criteria, termasuk criteria yang benar.
5) Dapat menyusun benda-benda secara berderet,
tetapi tidak dapat menjelaskan perbedaan antara deretan.
Tahap intuitif (umur 4-7 atau 8 tahun), anak
telah dapat memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak abstrak.
Dalam menarik kesimpulan sering tidak diungkapkan dengan kata-kata. Oleh sebab
itu, pada usia ini anak telah dapat mengungkapkan isi hatinya secara simbolik
terutama bagi mereka yang memiliki pengalaman yang luas. Karakteristik tahap
ini adalah:
1) Anak dapat membentuk kelas-kelas atau kategori
objek, tetapi kurang disadarinya.
2) Anak mulai mengetahui hubungan secara logis
terhadap hal-hal yang lebih kompleks.
3) Anak dapat melakukan sesuatu terhadap sejumlah
ide.
4)
Anak mampu memperoleh prinsip-prinsip
secara benar. Dia mengerti terhadap sejumlah objek yang teratur dan cara
mengelompokkannya. Anak kekekalan masa pada usia 5 tahun, kekekalan berat pada
usia 6 tahun, dan kekekalan volume pada usia 7 tahun. Anak memahami bahwa
jumlah onjek adalah tetap sama meskipun objek itu dikelompokkan dengan cara
yang berbeda.
c. Tahap operasional konkret (umur 7 atau 8-11
atau 12 tahun)
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah
anak sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis, dan ditandai
adanya reversible dan kekekalan. Anak telah memiliki kecakapan berpikir logis,
akan tetatpi hanya dengan benda-benda yang bersifat konkret. Operation adalah
suatu tipe tindakan untuk memanipulasi objek atau gambaran yang ada di dalam
dirinya. Karenanya kegiatan ini memerlukan proses transformasi informasi ke
dalam dirinya sehingga tindakannya lebih efektif. Anak sudah tidak perlu
coba-coba dan membuat kesalahan, karena anak sudah dapat berpikir dengan
menggunakan model “kemungkinan” dalam melakukan kegiatan tertentu. Ia dapat menggunakan
hasil yang telah dicapai sebelumnya. Anak mampu menangani sistem klasifikasi.
d. Tahap Operasional formal (umur 11/12-18 tahun)
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah
anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola berpikir
“kemungkinan”. Model berpikir ilmiah dengan tipe hipothetico-de-ductive dan
inductive sudah mulai dimiliki anak, dengan kemampuan menarik kesimpulan,
menafsirkan dan mengembangkan hipotesa. Pada tahap ini kondisi berpikir anak
sudah dapat:
1) Bekerja secara efektif dan sistematis.
2) Menganalisa secara kombinasi.
3) Berpikir secara proposional,
4) Menarik generalisasi secara mendasar pad satu
macam isi.
Proses
belajar yang dialami seorang anak pad tahap sensorimotor tentu akan berbeda
dengan proses belajar yang dialami oleh seorang anak pada tahap preoperasional,
dan akan berbeda pula dengan mereka yang sudah berada tahap operasional
konkret, bahkan dengan mereka yang sudah pada tahap operasional formal
3. Teori Belajar Menurut Bruner
Jerome Brunet (1903) adalah seorang pengikut
setia teori kognifif, khususnya dalam studi perkembangan fungsi kognitif la
menandai perkembangan kognitif manusia sebagai berikut:
a. Perkembangan intelektual ditandai dengan
adanya kemajuan dalam menanggapi suatu rangsangan.
b. Peningkatan pengetahuan tergantung pada
perkembangan sistem penyimpanan informasi secara realis.
c. Perkembangan intelektual meliputi perkembangan
kemampuan berbicara pada diri sendiri atau pada orang lain melalui kata-kata
atau lambang tentang apa yang telah dilakukan dan apa yang akan dilakukan. Hal
ini berhubungan dengan kepercayaan pada diri sendiri.
d. Interaksi secara sistematis antara pembimbing,
guru atau orang tua dengan anak diperlukan bagi perkembangan kognitifnya.
e. Bahasa adalah kunci perkembangan kognitif,
karena bahasa merupakan alat komunikasi antara manusia. Untuk memahami
konsep-konsep yang ada diperlukan bahasa. Bahasa diperlukan untuk
mengkomunikasikan suatu konsep kepada orang lain.
f. Perkembangan kognitif ditandai dengan kecakapan
untuk mengemukakan beberapa alternatif secara simultan, memilih tindakan yang
tepat, dapat memberikan prioritas yang berurutan berbagai situasi.
Dalam
memandang proses belajar, Bruner menekankan adanya pengaruh kebudayaan terhadap
tingkah laku seseorang. Dengan teorinya yang disebut free discovery learning,
ia mengatakan bahwa proses belajar akan dengan baik dan kreatif jika guru
memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep , teori,
aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.
Jika Piaget menyatakan bahwa perkembangan kognitif sangat berpengaruh terhadap
perkembangan bahasa seseorang, maka Bruner menyatakan bahwa perkembangan bahasa
besar pengaruhnya terhadap perkembangan kognitif.
Menurut
Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang
ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu: enactive, iconic, dan
symbolic.
1) Tahap enaktif, seseorang melakukan
aktivitas-aktivitas dalam upayanya untuk memahami lingkungan sekitarnya.
Artinya, adalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik.
Misalnya, melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya.
2) Tahap ikonik, seseorang memahami objek-objek
atau dunianya melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Maksudnya, dalam
memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampi) dan
perbandingan (komparasi).
3) Tahap simbolik, seseorang telah mampu memiliki
ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya
dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar
melalui simbol-simbol bahsa, logika, matematika, dan sebagainya. Komunikasinya
dilakukan dengan menggunakan banyak sistem simbol. Semakin matang seseorang
dalam proses berpikirnya, semakin dominan sistem simbolnya. Meskipun begitu
tidak berarti ia tidak lagi menggunakan sistem enaktif dan ikonik. Penggunaan
media dalam kegiatan pembelajaran merupakan salah satu bukti masih
diperlukannya sistem enaktif dan ikonik dalam proses belajar.
Menurut
Bruner, perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan cara menyusun
materi pelajaran dan menyajikannya sesuai dengan tahap perkembangan orang
tersebut. Gagasannya mengenai kurikulum spiral (a spiral curriculum) sebagai
suatu cara mengorganisasikan materi pelajaran tingkat makro, menunjukkan cara
mengurutkan materi pelajaran mulai dari mengajarkan materi secara umum,
kemudian secara berkala kembali mengajarkan materi yang sama dalam cakupan yang
lebih rinci. Pendekatan penataan materi dari umum ke rinci yang kemukakannya
dalam materi yang dipelajari dengan tahap perkembangan kognitif orang yang
belajar.
Demikian
jugal model pemahaman konsep dari Bruner (dalam Degeng, 1989), menjelaskan
bahwa pembentukan konsep dan pemahaman konsep merupakan dua kegiatan
mengkategori yang berbeda yang menuntut proses berpikir berbeda pula. Seluruh
kegiatan mengkategori meliputi mengidentifikasi dan menempatkan contoh-contoh (objek-objek
atau peristiwa-peristiwa) ke dalam kelas dengan menggunakan dasr criteria
tertentu. Dalam pemahaman konsep, konsep-konsep sudah ada sebelumnya. Sedangkan
dalam pembentukan konsep adalah sebaliknya, yaitu tindakan untuk membentuk
kategori-kategori baru. Jadi merupakan tindakan penemuan konsep.
Menurut
Bruner, kegiatan mengkategori memiliki dua komponen yaitu; 1) tindakan
pembentukan konsep, dan 2) tindakan pemahaman konsep. Artinya, langkah pertama
adalah pembentukan konsep, kemudian baru pemahaman konsep. Perbedaan antara
keduanya adalah:
1) Tujuan dan tekanan dari kedua bentuk perilaku
mengkategori ini berbeda.
2) Langkah-langkah dari kedua proses berpikir
tidak sama.
3) Kedua proses mental membutuhkan strategi
mengajar yang berbeda.
Bruner
memandang bahwa suatu konsep memiliki 5 unsur, dan seseorang dikatakan memahami
suatu konsep apabila ia mengetahui semua unsur dari konsep itu, meliputi;
1) Nama.
2) Contoh-contoh baik yang positif maupun
negatif.
3) Karakteristik, baik yang pokok maupun tidak.
4) Rentangan karakteristik.
5) Kaidah.
- Teori belajar Bermakna Ausubel
Teori-teori belajar yang ada selama ini masih
banyak menekankan pada belajar asosiatif atau belajar menghafal. Belajar
demikian tidak banyak bermakna bagi siswa. Belajar seharusnya merupakan
asimilasi yang bermakna bagi siswa. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan
dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa dalam bentuk struktur
kognitif.
Struktur
kognitif merupakan struktur organisasional yang ada dalam ingatan seseorang
yang mengintegrasikan unsur-unsur pengetahuan yang terpisah-pisah ke dalam
suatu unit konseptual. Teori kognitif banyak memusatkan perhatiannya pada
konsepsi bahwa perolehan dan retensi pengetahuan baru merupakan fungsi dari
struktur kognitif yang telah dimiliki siswa. Yang paling awal mengemukakan
konsep ini adalah Ausubel.
Berdasrkan
pada konsepsi organisasi kognitif seperti yang telah dikemukakan oleh Ausubel
tersebut, dikembangkanlah oleh para pakar teori kognitif suatu model yang lebih
eksplisit yang disebut dengan schemata. Sebagai struktur organisasional,
skemata berfungsi untuk mengintegrasikan unsur-unsur pengetahuan yang
terpisah-pisah, atau sebagai tempat untuk mengkaitkan pengetahuan baru. Atau
dapat dikatakan bahwa skemata memiliki fungsi ganda, yaitu:
1) Sebagai skema yang menggambarkan atau
merepresentasikan organisasi pengetahuan. Seseorang yang ahli dalam suatu
bidang tertentu akan dapat digambarkan dalam skemata yang dimilikinya.
2) Sebagai kerangka atau tempat untuk mengkaitkan
atau mencantolkan pengetahuan baru.
Skemata memiliki fungsi asimilatif. Artinya,
bahwa skemata berfungsi untuk mengasimilasikan pengetahuan baru ke dalam
hirarkhi pengetahuan, yang secara progresif lebih rinci dan spesifik dalam
struktur kognitif seseorang. Inilah proses belajar yang paling dasar yaitu
mengasimilasikan pengetahuan baru ke dalam skemata yang tersusun secara
hirarkhis. Sturktur kognitif yang dimiliki individu menjadi faktor utama yang
mempengaruhi kebermaknaan dari perolehan pengetahuan baru. Oleh sebab itu maka
diperlukan adanya upaya untuk mengorganisasi isi atau materi pelajaran serta
penataan kondisi pembelajaran agar dapat memudahkan proses asimilasi
pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif orang yang belajar.
Mendasarkan
pada konsep di atas, Mayer (dalam Degeng, 1993) menggunakan pengurutan
asimilatif untuk mengorganisasi pembelajaran, yaitu pengurutan asimilatif untuk
mengorganisasi pembelajaran, yaitu mulai dengan menyajikan informasi-informasi
yang sangat umum dan inklusif menuju ke informasi-informasi yang khusus dan
spesifik. Penyajian informasi pada tingkat umum dapat berperan sebagai kerangka
isi bagi informasi-informasi yang lebih rinci.
Semakin
besar jumlah dasar pengetahuan yang dimiliki seseorang, makin besar pula
peluang yang dimiliki untuk memilih. Demikian pula, semakin baik cara penataan
pengetahuan di dalam dasar pengetahuan, makin mudah pengetahuan tersebut
ditelusuri dan dimunculkan kembali pada saat diperlukan.
a. Hirarhki belajar.
Gagne
menekankan kajiannya pada aspek penataan urutan materi pelajaran dengan
memunculkan gagasan mengenai prasyarat belajar, yang dituangkan dalam suatu
struktur isi yang disebut hirarhki belajar. Keterkaitan di antara bagian-bagian
bidang studi yang dituangkan dalam bentuk prasyarat belajar, berarti bahwa
pengetahuan tertentu harus dikuasai lebih dahulu sebelum pengetahuan yang lain
dapat dipelajari.
b. Analisi tugas.
Cara
lain yang dipakai untuk menunjukkan keterkaitan isi bidang studi adalah
information-processing approach to task analysis. Tipe hubungan procedural ini
memberikan urutan dalam menampilkan tugas-tugas belajar. Hubungan procedural
menunjukkan bahwa seseorang dapat saja mempelajari langkah terakhir dari suatu
prosedur pertama kali, tetapi dalam unjuk kerja ia tidak dapat mulai dari langkah
terakhir.
c. Subsumptive sequence.
Ausubel
mengemukakan gagasannya mengenai cara membuat urutan isi pengejaran yang dapat
menjadikan pengajaran lebih bermakna bagi yang belajar.
d. Kurikulum spiral.
Gagasan tentang kurikulum spiral yang
dikemukakan oleh Bruner dilakukan dengan cara mengurutkan pengajaran. Urutan
pengajaran dimulai dengan mengajarkan isi pengajaran secara umum, kemudian
secara berkala kembali mengajarkan isi yang sama dengan cakupan yang lebih
rinci.
e. Teori Skema.
Teori
skema juga menggunakan urutan umum ke rinci. Teori ini memandang bahwa proses
belajar sebagai perolehan pengetahuan baru dalam diri seseorang dengan cara
mengkaitkannya dengan struktur kognitif yang sudah ada.
f. Webteaching.
Webteachuing
yang dikemukakan Norman, merupakan suatu prosedur menata urutan isi bidang
studi yang dikembangkan dengan menampilkan pentingnya peranan struktur
pengetahuan yang telah dimiliki oleh seseorang, dan struktur isi bidang studi
yang akan dipelajari. Pengetahuan baru yang akan dipelajari secara bertahap
harus diintegrasikan dengan struktur pengetahuan yang telah dimilikinya.
g. Teori Elaborasi.
Teori
elaborasi mengintegrasikan sejumlah pengetahuan tentang strategi penataan isi
pelajaran yang sudah ada, untuk menciptakanmodel yang kompreshensif tentang
cara mengorganisasia pengajaran pada tingkta makro. Teori ini mempreskripsikan
cara pengorganisasian isi bidang studi mengikuti urutan umum ke rinci, dimulai
dengan menampilkan epitome (strukutur isi bidang studi yang dipelajari),
kemudian mengelaborasi bagian-bagian yang ada dalam epitome secara lebih rinci.
C. Aplikasi Teori Kognitif dalam Kegiatan
Pembelajaran
Hakekat
belajar menurut teori kognitif dijelaskan sebagi suatu aktifitas belajar yang
berkaitan dengan penataan informasi, reorganisai perseptual, dan proses
internal. Dalam merumuskan tujuan pembelajran, mengembangkan strategi dan
tujuan pembelajaran, tidak lagi mekanistik sebagaimana yang dilakukan dalam
pendekatan behavioristik. Kebebasan dan keterlibatan siswa secara aktif dalam
proses belajar amat diperhitungkan, agar belajar lebih bermakna bagi siswa.
Sedangkan kegiatan pembeljarannya mengikuti prionsip-prinsip sebagi berikut:
1. Siswa bukan sebagai orang dewasa yang muda
dalam proses berpikirnya. Mereka mengalami perkembangan kognitif melalaui
tahap-tahap tertentu.
2. Anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar
akan dapat belajar dengan baik, terutama jika menggunakan benda-benda kongkrit.
3. Keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar
amat dipentingkan, karena hanya dengan mengaktifkan siswa maka proses asimilasi
dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik.
4. Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi
belajar perlu mengkaitkan pengalaman atau informasi baru dengan struktur kognitif
yang telah dimiliki si belajar.
5. Pemahaman dan retensi akan meningkat jika
materi pelajaran disusun dengan menggunakan pola atau logika tertentu, dari
sederhana ke kompleks.
6. Belajar memahami akan lebih bermakna dari pada
belajar menghafal. Agar bermakna, informasi baru harus disesuaikan dan
dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa. Tugas guru adalah
menunjukkan hubungan antara apa yang sedang dipelajari dengan apa yang telah
diketahui siswa.
7. Adanya perbedaan individual pada diri siswa
perlu diperhatikan, karena faktor ini sangat mempengaruhi keberhasilan belajar
siswa. Perbedaan tersebut misalnya pada motivasi, persepsi, kemampuan berpikir,
pengetahuan awal, dan sebaginya.
Ketiga
tokoh aliran kognitif di atas secara umum memiliki pandangan yang sama yaitu
mementingkan keterlibatan siswa secara aktif dalam belajar. Menurut Piaget,
hanya dengan mengaktifkan siswa secara optimal maka proses asimilasi dan
akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik. Sementara itu,
Bruner lebih melalui aktivitas menemukan (discovery). Dari pemahaman di atas,
maka langkah-langkah pembelajaran yang dikemukakan oleh masing-masing tokoh
tersebut berbeda. Secara garis besar langkah-langkah pembelajaran yang
dikemukakan oleh Suciati dan Prasetya Irawan (2001) dapat digunakan.
Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:
Langkah-langkah
pembelajaran menurut Piaget:
1. Menentukan tujuan pembelajaran.
2. Memilih materi pelajaran.
3. Menentukan topik-topik yang dapat dipelajari
siswa secara aktif.
4. Menentukan kegiatan pembelajaran yang sesuai
untuk topik-topik tersebut, misalnya penelitian, memecahkan masalah, diskusi,
simulasi, dan sebagainya.
5. Mengembangkan metode pembelajaran untuk
merangsang kreatifitas dan cara berpikir siswa.
6. Melakukan penilaian proses dan hasil siswa.
Langkah-langkah
pembelajaran menurut Bruner:
1. Menentukan tujuan pembelajaran.
2. Melakukan identifikasi karakteristik siswa
(kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya).
3. Memilih materi pelajaran.
4. Menentukan topik-topik yang dapat dipelajari
siswa secara induktif (dari contoh-contoh ke generalisasi).
5. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa
contoh-contoh, ilustrasi, tugas, dan sebagainya untuk dipelajari siswa.
6. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang
sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif,
ikonik, sampai ke simbolik.
7. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar
siswa.
Langkah-langkah
pembelajaran menurut Ausubel:
1. Menentukan tujuan pembelajaran.
2. Melakukan identifikasi karakteristik siswa
(kemapuan awal, motivasi, gaya belajar, dan sebagainya).
3. Memilih materi pelajaran sesuai dengan
karakteristik siswa dan mengaturnya dalam bentuk konsep-konsep inti.
4. Menentukan topik-topik dan menampilkannya
dalam bentuk advance organizer yang akan dipelajari siswa.
5. Mempelajari konsep-konsep inti tersebut, dan
menerapkannya dalam bentuk nyata/konkret.
6. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar
siswa.
BAB V
TEORI BELAJAR
KONSTRUKTIVISTIK
DAN PENERAPANNYA DALAM
PEMBELAJARAN
Pada bagian ini dikaji tentang pandangan
konstruktivistik terhadap proses belajar dan aplikasinya dalam kegiatan
pembelajaran.
A.Tujuan Pembelajaran
Indikator keberhasilan belajar,jika anda dapat
menjelaskan:
1) Karakteristik
manusia masa depan yang diharapkan.
2) Konstruksi
pengetahuan.
3) Proses
belajar menurut teori konstruktivistik.
4) Perbandingan
pembelajaran tradisional(behavioristik) dan pembelajaran konstruktivistik.
B.Uraian Materi
1. Karakteristik Manusia Masa Depan yang Diharapkan
Karakteristik manusia masa depan yang dikehendaki
tersebut adalah manusia-manusia yang memiliki kepekaan,kemandirian,tanggung
jawab terhadap resiko dalam mengambil keputusan,mengembangkan segenap aspek
potensi melalui proses belajar yang terus menerus untuk menemukan diri sendiri
dan menjadi diri sendiri yaitu suatu proses . . . (to) learn to be.Mampu melakukan kolaborasi dalam memecahkan
masalah yang luas dan kompleks bagi kelestarian dan kejayaan bangsanya (Raka
Joni,1990).
Kepekaan, berarti ketajaman baik dalam arti
kemampuan berpikirnya,maupun kemudahan tersentuhan hati nurani di dalam melihat
dan merasakan segala sesuatu,mulai dari kepentingan orang lain sampai dengan
kelestarian lingkungan yang merupakan gubahan sang pencipta.Kemandirian,berarti
kemampuan menilai proses dan hasil berpikir orang lain,serta keberanian
bertindak sesuai dengan apa yang dianggapnya benar dan perlu.Tanggung jawab,
berarti kesediaan untuk menerima segala konsekuensi keputusan serta tindakan
sendiri.Kolaborasi, berarti disamping mampu berbuat yang terbaik bagi dirinya
sendiri,individu dengan ciri-ciri diatas juga mampu bekerja sama dengan
individu lainnya dalam meningkatkan mutu kehidupan bersama.
2. Konstruksi Pengetahuan
Pengetahuan seseorang merupakan konstruksi dari
dirinya.Pada bagian ini akan dibahas teori belajar konstruktivistik kaitannya
dengan pemahaman tentang apa pengetahuan itu, proses mengkonstruksi
pengetahuan, serta hubungan antara pengetahuan, realitas, dan kebenaran.Menurut
pendekatan konstruktivistik, pengetahuan bukanlah kumpulan fakta dari suatu
kenyataan yang sedang dipelajari,melainkan pengetahuan adalah sebagai suatu
pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami
reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru.
Von Galserfeld (dalam Paul, S., 1996) mengemukakan
bahwa ada beberapa kemampuan yang diperlukan dalam proses mengkonstruksi
pengetahuan, yaitu; 1) kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali
pengalaman, 2) kemampuan membandingkan dan mengambil keputusan akan kesamaan
dan perbedaan, dan 3) kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman yang satu
dari pada lainnya.
Faktor-faktor yang juga mempengaruhi proses
mengkonstruksi pengetahuan adalah konstruksi pengetahuan seseorang yang telah
ada,domain pengalaman, dan jaringan struktur kognitif yang dimilikinya.
3. Proses Belajar Menurut Teori
Konstruktivistik
Pada bagian ini akan dibahas proses belajar dari
pandangan konstruktivistik dari aspek-aspek si-belajar,peranan guru, sarana
belajar, dan evaluasi belajar.
Proses belajar
konstruktivistik.
Secara konseptual, sebagai pemberian makna oleh
siswa kepada pengalamannyamelalui proses asimilasi dan akomodasi yangb bermuara
pada pemutahkiran struktur kognitifnya.Kegiatan belajar lebih dipandang dari
segi prosesnya dari pada segi perolehan pengetahuan dari fakta-fakta yang
terlepas-lepas.
Peranan siswa
(Si-belajar).
Menurut pandangan konstruktivistik, belajar
merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan.Pembentukan ini harus dilakukan
oleh si belajar.Ia harus aktif melakukan kegiatan,aktif berpikir,menyusun
konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari.Namun yang
akhirnya paling menentukan terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar siswa
sendiri.
Peranan Guru.
Dalam belajar konstruktivistik guru atau pendidik
berperan membantuagar proses pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa berjalan
lancar.
Peranan
kunci guru dalam interaksi pendidikan adalah pengendalian,yang meliputi;
1) Menumbuhkan
kemandirian dengan menyediakan kesempatan untuk mengambil keputusan dan
bertindak.
2) Menumbuhkan
kemampuan mengambil keputusan dan bertindak,dengan meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan siswa.
3) Menyediakan
sistem dukungan yang memberikan kemudahan belajar agar siswa mempunyai peluang
optimaluntuk berlatih.
Sarana belajar.
Pendekatan konstruktivistik menekankan bahwa peranan
utama dalam kegiatan belajar adalah aktifitas siswa dalam mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri.Segala sesuatu seperti bahan,media,peralatan,lingkungan,dan
fasilitas lainnya disediakan untuk membantu pembentukan tersebut.
Evaluasi
belajar.
Pandangan konstruktivistik menegemukakan bahwa
realitas ada pada pikiran seseorang.Manusia mengkonstruksi dan
menginterprestasikannya berdasarkan pengalamannya.Pandangan konstruktivistik
mengakui bahwa pikiran adalah instrumen penting dalam menginterprestasikan
kejadian, objek, dan pandangan terhadap dunia nyata,dimana interprestasi
tersebut terdiri dari pengetahuan dasar manusia secara individual.
4.
Perbandingan
Pembelajaran Tradisional (Behavioristik) dan Pembelajaran Konstruktivistik
Secara rinci perbedaan karakteristik antara
pembelajaran tradisional atau behavioristik dan pembelajaran konstruktivistik
adalah sebagai berikut:
Pembelajaran
tradisional
|
Pembelajaran
konstruktivistik
|
Ø Kurikulum disajikan dari bagian-bagian menuju
keseluruhan dengan menekankan pada keterampilan-keterampilan dasar.
|
Ø Kurikulum
disajikan mulai dari keseluruhan menuju kebagian-bagian, dan lebih
mendekatkan pada konsep-konsep yang lebih luas.
|
Ø Pembelajaran
sangat taat pada kurikulum yang telah ditetapkan.
|
Ø Pembelajaran
lebih menghargai pada pemunculan pertanyaan dan ide-ide siswa.
|
Ø Kegiatan
kurikuler lebih banyak mengandalkan pada buku teks dan buku kerja.
|
Ø Kegiatan
kurikuler lebih banyak mengandalkan pada sumber-sumber data primer dan
manipulasi bahan.
|
Ø Siswa-siswa
dipandang sebagai “kertas kosong” yang dapat digoresi informasi oleh guru,
dan guru-guru pada umumnya menggunakan cara didaktik dalam menyampaikan
informasi kepada siswa.
|
Ø Siswa
dipandang sebagai pemikir-pemikir yang dapat memunculkan teori-teori tentang
dirinya.
|
Ø Penilaian
hasil belajar atau pengetahuan siswa dipandang sebagai bagian dari
pembelajaran,dan biasanya pada akhir pelajaran dengan cara testing.
|
Ø Pengukuran
proses dan hasil belajar siswa terjalin di dalam kesatuan kegiatan
pembelajaran. Dengan cara guru mengamati hal- hal yang sedang dilakukan
siswa, serta melalui tugas- tugas pekerjaan.
|
Ø Siswa-siswa
biasanya bekerja sendiri-sendiri,tanpa ada group process dalam belajar.
|
Ø Siswa-
siswa banyak belajar dan bekerja didalam group process.
|
BAB VI
TEORI BELAJAR
HUMANISTIK DAN
PENERAPANNYA DALAM
PEMBELAJARAN
Pada bagian ini dikaji tentang
pandangan teori humanistik terhadap proses belajar dan aplikasinya dalam
kegiatan pembelajaran. Pembahasan diarahkan pada hal-hal seperti, pengertian
belajar menurut teori humanistik, pandangan Kolb terhadap belajar, pandangan
Honey dan Mumford terhadap belajar, pandangan Habermas terhadap belajar dan
pandangan Bloom dan Krathwohl terhadap belajar. Kajian diakhiri dengan
memaparkan hasil aplikasi teori humanistik dalam kegiatan pembelajaran.
A.
Tujuan
pembelajaran
Setelah
mempelajari bab ini diharapkan anda memiliki kemampuan untuk mengkaji hakikat
belajar menurut teori humanistik dan penerapannya dalam kegiatan pembelajaran.
B.
Uraian
materi
1.
Pengertian
Belajar Menurut Teori Humanistik
Menurut
teori humanistik proses belajar harus dimulai dan ditunjukan untuk kepentingan
memanusiakan manusia itu sendiri. Teori ini sangat mementingkan isi yang
dipelajari dari pada proses belajar itu sendiri. Teori belajar ini lebih banyak
berbicara dengan konsep-konsep pendidikan untuk membentuk manusia yang
dicita-citakan, serta tentang proses belajar dalm bentuknya yang paling ideal.
Dalam
pelaksanaannya, teori humanistik ini antara lain tampak juga dalam pendekatan
belajar yang dikemukakan oleh Ausubel. Materi yang dipelajari diasimilasikan
dan diihbungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Factor
motivasi dan pengalaman emosional sangat penting dalam peristiwa belajar, sebab
tanpa motifasi dan keinginan dari pihak si belajar, maka tidak akan terjadi
asimilasi pengetahuan baru ke dalam struktur kog nitif yang dimilikinya.
Manusia adalah makhluk yang kompleks. Banyak ahli di dalam menyusun teorinya
hanya terpukaupada aspek tertentu yang sedang menjadi pusat perhatiannya.
2.
Pandangan
Kolb terhadap Belajar
Menurut Kolb ada
4 tahapan belajar yaitu :
a. Tahapan
Pengalaman Konkert ,
b. Tahap
pengamatan aktif dan reflektif,
c. Tahapan
konseptualis,dan
d. Tahapan
Eksperimentasi aktif
a. Tahap
Pengalaman Konkret
Pada tahap paling awal dalam
peristiwa belajar adalah seseorang mampu atau dapat mengalami suatu peristiwa
atau suatu kejadian sebagaimana adanya. Ia dapat melihat dan merasakannya,
dapat menceritakan peristiwa tersebut sesuai dengan apa yang dialaminya. Namun
ia belum memiliki kesadaran tentang hakikat dari peristiwa tersebut.
b. Tahap Pengamatan aktif dan reflektif
Tahap kedua dalam peristiwa belajar
adalah bahwa seseorang makin lama akan semakin mampu melakukan observasi secara
aktif terhadap peristiwa yang dialaminya. Ia berupaya untuk memcari jawaban dan
memikirkan kejadian tersebut. Ia melakukan refleksi terhadap peristiwa yang
dialaminya, gengan mengembangkan pertanyaan – pertanyaan bagaimana hal itu bisa
terjadidan mengapa hal itu meski terjadi.
c. Tahap Konseptualisasi
Tahap ketiga dalam peristiwa belajar
adalah sesorang sudah mulai berupaya untuk membuat abstraksi,mengembangkan
suatu teori ,konsep,atau hukum dan prosedur tentang sesuatu yang menjadi objek
perhatiannya. Walaupun kejadian – kejadian yang diamati tampak berbeda – beda,
namun memiliki komponen – komponen yang sama yang dapat dijadikan dasar aturan
bersama.
d. Tahap
Eksperimentasi aktif
Tahap terakhir adari peristiwa belajar menurut Qolb adalaah melakukan
eksperimentasi secara aktif.Pada tahap ini seseorang sudah mampu mengaplikasikan konsep-konsep,teori-teori
atau aturan-aturan kedalam situasi nyata. Tahap-tahap belajar demikian
dilukiskan oleh Kolb sebagai suatu siklus yang berkesinambungan dan berlangsung
di luar kesadaran orag yang beajar.
3.
Pandangan
Honey dan Mumford terhadap Belajar
Teori-teori
humanistik lainnya adalah Honey dan Mumford. Pandangan tentang belajar diilhami
oleh pandangan Kolb mengenai tahapan – tahapan belajar di atas.
a. Kelompok
aktivis
Orang
– orang yang termasuk ke dalam kelompok aktivis adalah mereka yang senang
melibatkan diri dan berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan dengan tujuan
untuk memperoleh pengalaman – pengalaman baru.
b. Kelompok
reflektor
Mereka yang termasuk
dalam kolompok ferlektor mempunyai kecendrungan yang berlawanan dengan mereka
yang termasuk kelompok aktivis. Dalam melakukan suatu tindakan, orang – orang
tipe reflector sangat berhati – hati dan penuh pertimbangan.
c. Kelompok
teroris
Mereka
memiliki kecendrungan yang sangat kritis, suka menganalisis, selalu berfikir
rasional dengan menggunakan penalarannya. Segala sesuatu sering dikembalikan
kepasa teori dan konsep – konsep atau hokum.
d. Kelompok
pragamis
Memiliki sifat – sifat yang praktis, tidak suka
berpanjang lebar dengan teori – teori, konsep – konsep, dalil – dalil, dan
sebagainya. Bagi mereka yang penting adalah aspek – aspek praktis, sesuatu yang
nyata dan dapat dilaksanakan.
C.
Aplikasi
teori belajar humanistic dalam kegiatan pembelajaran
Dalam prakteknya teori humanistic ini cenderung
mengarahkan siswa untuk berfikir induktif, mementingkan pengalaman, serta
membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar. Namun paling
tidak langkah – langkah pembelajaran yang dikemukaan oleh Suciati dan Prasetya
Irawan (2001) dapat digunakan secara acuan. Langkah – langkah yang dimaksut sebagi
berikut:
1. Menentukan
tujuan pembelajaran.
2. Menentukan
materi pembelajaran.
3. Mengidentifikasi
kemampuan awal siswa.
4. Mengidentifikasi
topic – topic pelajaran yang memungkinkan siswa secara aktif melibatkan diri
atau mengalami dalam belajar.
5. Merancang
fasilitas belajar seperti lingkungan dan media pembelajaran.
6. Membimbing
siswa belajar secara aktif.
7. Membimbing
siswa untuk memahami hakikat makna dari pengalaman belajarnya.
8. Membimbing
siswa untuk membuat konseptualisasi pengalaman belajarnya.
9. Membimbing
siswa dalam mengaplikasikan konsep – konsep baru kesituasi nyta.
10. Mengevaluasi proses dan hasil belajar.
BAB VII
TEORI BELAJAR
SIBERNETIK DAN
PENERAPANNYA DALAM
PEMBELAJARAN
Pada bagian ini dikaji tentang pandangan teori
sibernetik terhadap proses belajar dan aplikasinya dalam kegiatan pembelajaran.
Pembahasan diarahkan pada hal-hal seperti, pengertian belajar menurut teori
sibernetik, teori pemprosesan informasi, teori belajar menurut Landa, teori
belajar menurut Pask dan Scott. Kajian diakhiri dengan memaparkan aplikasi
teori sibernetik dalam kegiatan pembelajaran.
A. Tujuan
Pembelajaran
Setelah mempelajari bab ini anda diharapkan memiliki
kemampuan untuk mengkaji hakekat belajar menurut teori sibernetik dan
penerapannya dalam kegiatan pembelajaran.
Sedangkan indicator keberhasilan belajar jika anda
dapat menjelaskan:
1) Pengertian
belajar menurut teori sibernetik.
2) Teori
pemprosesan informasi.
3) Teori
belajar menurut Landa.
4) Teori
belajar menurut Pask dan Scott.
5) Aplikasi
teori sibernetik dalam kegiatan pembelajaran.
B. Uraian
Materi
1. Pengertian
Belajar Menurut Teori Sibernetik
Teori belajar sibernetik merupakan teori belajar
yang relatif baru dibandingkan dengan teori-teori yang sudah dibahas
sebelumnya. Teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi dan ilmu
informasi. Menurut teori sibernetik, belajar adalah pengolahan informasi.
Seolah-olah teori ini mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yang
mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar. Proses belajar memang
penting dalam teori sibernetik, namun yang lebih penting lagi adalah sistem
informasi yang diproses yang akan dipelajari siswa. Informasi inilah yang akan
menentukan proses. Bagaimana proses belajar akan berlangsung, sangat ditentukan
oleh sistem informasi yang dipelajari.
Asumsi dari teori sibernetik adalah bahwa tidak ada
satu proses belajarpun yang ideal untuk segala situasi, dan yang cocok untuk
semua siswa. Sebab cara belajar sangat ditentukan oleh sistem informasi. Sebuah
informasi mungkin akan dipelajari oleh sistem informasi. Sebuah informasi
mungkin akan dipelajari oleh seorang siswa dengan satu macam proses belajar,
dan informasi yang sama mungkin akan dipelajari siswa lain melalui proses
belajar yang berbeda.
Implementasi teori sibernetik dalam kegiatan
pembelajaran telah dikembangkan oleh beberapa tokoh, di antaranya adalah
pendekatan-pendekatan yang berorientasi pada pemprosesan informasi yang
dikembangkan oleh Gage dan Berliner, Biehler, Snowman, Baine, dan Tennyson.
Konsepsi Landa dalam model pendekatannya yang disebut algoritmik dari heuristik
juga termasuk teori sibernetik. Pask dan scott yang membagi siswa mennjadi tipe
menyeluruh atau wholist, dan tipe
serial atau serialist juga menganut teori sibernetik.
2. Teori
Pemprosesan Informasi
Dalam upaya menejelaskan bagaimana suatu informasi
(pesan pengajaran) diterima, disandi, disimpan, dan dimunculkan kembali dari
ingatan serta dimanfaatkan jika diperlukan, telah dikembangkan sejumlah teori
dan model pemprosesan informasi oleh para pakar seperti Biehler dan snowman
(1986); Baine (1986); dan Tennyson (1989). Teori-teori tersebut umumnya
berpijak pada tiga asumsi (Lusiana, 1992) yaitu:
a. Bahwa
antara stimulus dan respon terdapat suatu seri tahapan pemprosesan informasi di
mana pada masing-masing tahapan dibutuhkan sejumlah waktu tertentu.
b. Stimulus
yang diproses melalui tahapan-tahapan tadi akan mengalami perubahan bentuk
ataupun isinya.
c. Salah
satu dari tahapan mempunyai kapasitas yang terbatas.
Dari ketiga asumsi tersebut, dikembangkan teori
tentang komponen struktur dan pengaturan alur pemprosesan informasi (proses
control). Komponen pemproses informasi dipilah menjai tiga berdasarkan
perbedaan fungsi, kapasitas, bentuk informasi, serta proses terjadinya ‘lupa”.
Ketiga komponen tersebut adalah; 1) sensory
receptor, 2) working memory, dan
3) long term memory. Sedangkan proses
control diasumsikan sebagai strategi yang tersimpan di dalam ingatan dan dapat
dipergunakan setiap saat diperlukan. Jika digambarkan adalah sebagai berikut:
|
Bagan: Model Pemprosesan informasi (Adaptasi dari
Gage dan Berliner)
a. Sensory
Receptor (SR)
Sensory Receptor
(SR) merupakan sel tempat pertama
kali informasi diterima dari luar. Di dalam SR informasi ditangkap dalam bentuk
aslinya, informasi hanya dapat bertahan dalam waktu yang sangat singkat, dan
informasi tadi mudah terganggu atau berganti.
b. Working
Memory (WM)
Working Memory
(WM) diasumsikan mampu menangkap
informasi yang diberi perhatian (attention) oleh individu. Pemberian perhatian
ini dipengaruhi oleh peran persepsi. Karakteristik WM adalah bahwa; 1) ia
memiliki kapasitas yang terbatas, lebih kurang 7 alots. Informasi di dalamnya
hanya mapu bertahan kuramg lebih 15 detik apabila tanpa upaya pengulangan atau
rehearsal. 2) informasi dapat disandi dalam bentuk yang berbeda dari stimulus aslinya.
c. Long
Term Memory (LTM)
Long Term Memory
(LTM) diasumsikan: 1) berisi semua pengetahuan
yang telah dimiliki oleh individu, 2) mempunyai kappasitas tidak terbats, dan
3) bahwa sekali informasi disimpan di dalam LTM ia tidak akan pernah terhapus
atau hilang.
Berpijak pada kajian di atas, Reigeluth, Bunderson
dan Merrill (1977) mengembangkan suatu strategi penataan isi atau materi
pelajaran yang bersusunan dengan empat bidang masalah, yaitu; pemilihan (selection), penataan urutan (sequencing), rangkuman (summary), dan sintesisis (synthesizing).
3. Teori
Belajar Menurut Landa
Salah satu penganut aliran sibernetik adalah Landa.
Ia membedakan ada dua macam proses berpikir, yaitu proses berpikir algoritmik
dan proses berpikir heuristik. Proses berpikir algoritmik, yaitu proses
berpikir yang sistematis, tahap demi tahap, linier, konvergen, lurus menuju ke
satu target tujuan tertentu. Contoh-contoh proses algoritmik misalnya kegiatan
menelpon, menjalankan mesin mobil, dan lain-lain. Sedangkan cara berpikir heuristik,
yaitu cara berpikir devergen, menuju ke beberapa target tujuan sekaligus.
Memahami suatu konsep yang mengandung arti ganda dan penafsiran biasanya
menuntut seseorang untuk menggunakan cara berpikir heuristik. Contoh proses
berpikir heuristic misalnya operasi pemilihan atribut geometri, penemuan
cara-cara pemecahan masalah, dan lain-lain.
4. Teori
Belajar menurut Pask dan Scoot
Pask dan Scott juga termasuk penganut teori
sibernetik. Menurut mereka ada dua macam berpikir, yaitu cara berpikir serialis
dan cara berpikir wholist atau menyeluruh. Pendekatan serialis yang
dikemukakannya memiliki kesamaan dengan pendekatan algoritmik. Namun apa yang
dikatakan sebagai cara berpikir menyeluruh (wholist)
tidak sama dengan cara berpikir heuristik. Bedanya, cara berpikir menyeluruh
adalah berpikir yang cenderung melompat ke depan, langsung ke gambaran lengkap
sebuah sistem informasi. Siswa yang tipe wholist atau menyeluruh ini biasanya
dalam mempelajari sesuatu cenderung dilakukan dari tahap yang paling umum
kemudian bergerak ke yang lebih khusus atau detail. Sedangkan siswa tipe serialist dalam mempelajari sesuatu
cenderung menggunakan cara berpikir secara algoritmik.
C. Aplikasi
Teori Belajar Sibernetik dalam kegiatan Pembelajaran
Teori belajar pengolahan informsasi teramsuk dalam
lingkup teori kognitif yang mengemukakan bahwa belajar adalah proses internal
yang tidak dapat diamati secara langsung dan merupakan perubahan kemampuan yang
terikat pada situasi tertentu.
Teori belajar pemprosesan informasi mendeskripsikan tindakan
belajar merupakan proses internal yang mencakup beberapa tahapan.
Tahapan-tahapan ini dapat dimudahkan dengan menggunakan metode pembelajaran
yang mengikuti urutan tertentu sebagai peristiwa pembelajaran (the events of
instruction), yang mempreskripsikan kondisi belajar internal dan eksternal
utama untuk kapabilitas apapun. Sembilan tahapan dalam peristiwa pembelajaran
yang diasumsikan sebagai cara-cara eksternal yang berpotensi mendukung
proses-proses internal dalam kegiatan belajar adalah:
1. Menarik
perhatian.
2. Memberitahukan
tujuan pembelajaran kepada siswa.
3. Merangsang
ingatan pada prasyarat belajar.
4. Menyajikan
bahan perangsang.
5. Memberikan
bimbingan belaajar.
6. Mendorong
untuk kerja.
7. Memberikan
balikan informatif.
8. Menilai
unjuk kerja.
9. Meningkatkan
retensi dan alih belajar.
Dalam mengorganisasikan pembeljaran perlu
dipertimbangkan ada tidaknya prasyarat belajar untuk suatu kapabilitas, apakah
siswa telah memiliki prasyarat belajar yang diperlukan. Ada prasyarat belajar
utama, yang harus dikuasai siswa, dan ada prasyarat belajar pendukung yang
dapat memudahlan belajar. Pengorganisasian pembeljaran untuk kapabilitas
belajar tertentu dijelaskan sebagi berikut:
1. Pengorganisasian
pembelajaran ranah keterampilan intelektual.
2. Pengorganisaian
pembelajaran ranah informasi verbal.
3. Pengorganisaian
pembeljaran ranah strategi kognitif.
4. Pengorganisaian
pembeljaran ranah sikap.
5. Pengorganisaian
pembeljaran ranah keterampilan motorik.
Dengan demikian aplikasi teori sibernetik dalam
kegiatan pembelajaran yang dikemukakan oleh Suciati dan Prasetya Irawan (2001)
baik diterapkan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menentukan
tujuan-tujuan pembelajaran.
2. Menentukan
materi pembelajaran.
3. Mengkaji
sistem informasi yang terkandung dalm materi pelajaran.
4. Menentukan
pendekatan belajar yang sesuai dengan sistem informasi tersebut (apakah
algoritmik atau heuristik).
5. Menyusun
materi pelajaran dalam urutan yang sesuai dengan sistem informasinya.
6. Menyajikan
materi dan membimbing siswa belajar dengan pola yang sesuai dengan urutan materi
pelajaran.
BAB VIII
TEORI BELAJAR REVOLUSI
SOSIOKULTULAR DAN
PENERAPANNYA DALAM PEMBELAJARAN
Pada bagian ini dikaji tentang pandangan teori belajar
revolusi-sosiokultural dan aplikasinya dalam kegiatanpembelajaran.
A.Tujuan Pembelajaran
Secara khusus indikator hasil belajar yang
diharapkan,anda dapat menjelaskan:
1)
Teori belajar
Piagetian
2)
Teori belajar
Vygotsky
3)
Aplikasi teori
belajar revolusi-sosiokultural dalam kegiatan pembelajaran.
B. Uraian Materi
1.Teori Belajar Piagetian
Menurut Piaget,perkembangan kognitif merupakan suatu
proses genetik,yaitu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis dalam
bentuk perkembangan sistem syaraf.Makin bertambah umur seseorang,makin
komplekslah susunan sel syarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya.Kegiatan
belajar terjadi seturut dengan pola tahap-tahap perkembangan tertentu dan umur
seseorang.Ketika individu berkembang menuju kedewesaan,ia akan mengalami
adaptasi biologis dengan lingkungannya yang akan menyebabkan adanya
perubahan-perubahan kualitatif di dalam struktur kognitifnya.Perolehan
percakapan intelektual akan berhubungan dengan proses mencari keseimbangan
antara apa yang mereka rasakan dan ketahui pada satu sisi dengan apa yang
mereka lihat suatu fenomena baru sebagai pengalaman atay persoalan.
Teori konflik-sosiokognitif Piaget ini mampu berkembang
luas dan merajai bidang psikologi dan pendidikan.Disamping itu, dalam kegiatan
belajar piaget lebih mementingkan interaksi antara siswa dengan
kelompoknya.Perkembangan kognitif akan terjadi dalam interaksi antara siswa
dengan kelompok sebayanya daripada dengan orang-orang yang lebih
dewasa.Pembenaran terhadap teori piaget ini jika diterapkan dalam kegiatan
pendidikan dan pembelajaran akan kurang sesuai dengan perspektif
revolusi-sosiokultural yang sedang diupayakan saat ini.
2. Teori Belajar Vygotsky
Pandangan yang mampu
sociocultural-revolution dalam teori belajar dan pembelajaran
dikemukakan oleh Lev Vygotsky.Ia mengatkan bahwa jalan pikiran seseorang harus
dimengerti dari latar sosial-budaya dan sejarahnya.Artinya,untuk memahami
pikiran seseorang bukan dengan cara menelusuri apa yang ada di balik otaknya
dan pada kedalaman jiwanya, melainkan dari asal usul tindakan sadarnya, dari
interaksi sosial yang dilatari oleh sejarah hidupnya(Moll 7 Greenberg, 1990).
Menurut Vygotsky , perolehan pengetahuan dan perkembangan
kognitif seseorang yaitu pengetahuan dan perkembangan kognitif individu berasal
dari sumber-sumber sosial di luar dirinya,Hal ini tidak berarti bahawa individu
bersikap pasif dalam perkembangan kognitifnya,tetapi Vygotsky juga menekankan
pentingnya peran aktif seseorang dalam mengkonstruksi pengetahuannya.Maka teori
Vygotsky sebenarnya lebih tepat disebut dengan pendekatan kokonstruktivisme.Maksudnya,
perkembangan kognitif seseorang disamping ditentukan oleh individu sendiri
secara aktif,juga oleh lingkungan sosial yang aktif pula.
Konsep-konsep penting teori sosiogenesis Vygotsky tentang
perkembangan kognitif yang sesuai dengan revolusi-sosiokultural dalam teori
belajar dan pembelajaran yaitu:
a.
Hukum genetik tentang perkembangan (genetic law of development)
Menurut Vygotsky,setiap
kemampuan seseorang akan tumbuh dan berkembang melewati dua tataran,yaitu
tataran sosial tempat orang-orang membentuk lingkungan sosialnya dan tataran
psikologis di dalam diri orang yang bersangkutan.
Pada mulanya anak
berpartisipasi dalam kegiatan sosial tertentu tanpa memahami maknanya.Pemaknaan
atau konstruksi pengetahuan baru muncul atau terjadi melalui proses
internalisasi yaitu mampu memunculkan perubahan dan perkembangan yang tidak
sekedar berupa transfer atau pengalihan.Maka belajar dan berkembang merupakan
satu kesatuan dan saling menentukan.
b.
Zona perkembangan proksimal (zone of proximel development)
Vygotsky juga mengemukakan konsepnya tentang zona
perkembangan proksimal.Menurutnya,perkembangan kamampuan seseorang dapat
dibedakan ke dalam dua tingkat,yaitu tingkat perkembangan aktual dimana tampak
dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan
berbagai masalah secara mandiri.Ini disebut sebagai kemampuan
intramental.Sedangkan tingkat perkembangan potensial tampak dari kemampuan
seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas dan memecahkan masalah ketika di
bawah bimbngan orang dewasa atau ketika berkolaborasi dengan teman sebaya yang
lebih kompeten.Ini disebut sebagai kemampuan intermental.Jarak antara
keduanya,yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial
ini disebut zoba perkembangan proksimal.
c.
Mediasi
Menurut Vygotsky,kunci utama
untuk memahami proses-proses sosial dan psikologis adallah tanda-tanda atau
lambang-lambang yang berfungsi sebagai mediator.Ada dua jenis mediasi,yaitu
mediasi metakognitif dimana menggunakan
alat-alat semiotik yang bertujuan untuk melakukan self-regulation atau regulasi
diri,meliputi self-planning,self-monitoring,self-checking dan self-evaluating
sedangkan mediasi kognitif adalah penggunaan alat-alat kognitif untuk
memecahkan masalah yang berkaitan dengan pengetahuan tertentu atau
subject-domain problem.
Berdasarkan pada teori Vygotsky di atas,maka akan
diperoleh keuntungan jika:
a.
Anak memperoleh
kesempatan yang luas untuk mengembangkan zona perkembangan proksimalnya atau
potensinya melalui belajar dan berkembang.
b.
Pembelajaran perlu
lebih dikaitkan dengan tingkat perkembangan potensialnya daripada tingkat
perkembangan aktualnya.
c.
Pembelajaran lebih
diarahkan pada penggunaan strategi untuk mengembangkan kemampuan intermentalnya
dari pada kemampuan intramentalnya.
d.
Anak diberi
kesempatan yang luas untuk mengintegrasikan pengetahuan deklaratif yang telah
dipelajarinya dengan pengetahuan prosedural yang dapat digunakan untuk
melakukan tugas-tugas dan memecahkan masalah.
e.
Proses belajar dan
peembelajaran tidak sekedar bersifat transferal tetapi lebih merupakan
kokontruksi,yaitu suatu proses mengkonstruksi pengetahuan atau makna baru
secara bersama-sama antara semua pihak yang terlibat didalamnya.
C. Aplikasi Teori Belajar Revolusi-Sosiokultural Dalam
Pembelajaran
Bimbingan atau bantuan dari orang dewasa atau teman yang
lebih kompeten sangat efektif untuk meningkatkan produktiftas
belajar.Bantuan-bantuan tersebut tentunya harus sesuai dengan konteks
sosiokultural atau karakteristik anak.Bimbingan oleh orang dewasa atau oleh
teman sebaya yang lebih kompeten bermanfaat untuk memahami alat-alat semiotik,seperti
bahasa,tanda,dan lambang-lambang.Anak mengalami proses internalisasi yang
selanjutnya alat-alat ini berfungsi sebagai mediator bagi proses-proses
psikologis lebih lanjut dalam diri anak.Maka bentuk-bentuk pembelajaran
kooperatif-kolaboratif,serta pembelajaran kontekstual sangat tepat diterapkan.
Dengan pengkonsepsian kesiapan belajar demikian, maka
pemahaman tentang karakteristik siswa yang berhubungan dengan sosiokultural dan
kemampuan awalnya sebagai pijakan dalam pembelajaran perlu lebih dicermati
artikulasinya,sehingga dapat dihasilkan perangkat lunak pembelajaran yang
benar-benar menantang namun tetap produktif dan kreatif.
BAB IX
TEORI KECERDASAN CANDA
DAN
PENERAPANNYA DALAM
KEGIATAN
PEMBELAJARAN
1.
Pentingnya
Mengembangkan Keterampilan Hidup
Kehidupan masyarakat
dunia semakin berubah, dari masyarakat ekonomi, pertanian menjadi masyarakat
industry dan sekarang sudah berada dalam masyarakat informasi.proses pendidikan
dan pembelajaran pada masyarakat pertanian berpusat pada guru, sedangkan
masyarakat industri pembelajaran berpusat pada kurikulum. Pada masyarakat
informasi, proses pembelajaran berpusat pada siswa atau peserta didik dan hasil
belajarnyapun banyak detentukan oleh komunikasi interaktif. Pola pendidikan
masal bagi banyak orang yang selama ini dilakukan berubah menjadi
individualized instrugtion for the masses.
Guru
atau pendidik dituntut untuk menguasai keterampilan-keterampilan membelajarkan
siswanya agar anak-anak menguasai keterampilan dasar yang kemudian berkembang menjadi
keterampilan yang lebih tinggi, memperdalam kualitas pengetahuan, kratuvitas,
kemampuan inovasi, berekspresi, dan memiliki aneka ragam keterampilan.
Keterampilan dalam maknanya yang luas diartikan sebagai keterampilan demi
kehidupan dan penghidupan yang bermartabat dan sejahtera lahir dan batin. Upaya
untuk melakukan intenfikasi dan
ekstensifikasi pendidikan keterampilan, adanya keterampilan-keterampilan yang
bermutu dan relevan yang bersifat kejuruan, intelektual,social, dan managerial.
Kecenderungan
pembelajaran yang selalu menekan pada aspek skolastik ini akan meghasilkan
generasi mudayang kurang berinisiatif seperti menunggu intruksi, tajut salah,
malu mendahului yang lain, ikut-ikutan, salah tapi masih berani bicara (tidak
bertanggung jawab). Pendekatan skolastik dalam pembelajaran sangat
mementingkasn aspek-aspek akademik yang cenderung memberikan tekanan pada
perkembangan intelegensi sebatas aspek kognitif.
2.
Teori
Kecerdasan Ganda
Howard Gardner,hasil penelitiannya menunujukan tidak
ada satupun kegiatan manusia yang hanya mengunakan satu macan kecerdasan,
melainkan seluruh kecerdasan.Semua kecerdasan bekerja sama sebagai satu
kesatuan yang utuh dan terpadu. Komposisiketerpaduan tentu berbeda-beda pada
masing-masingbudaya. Namun semua kecerdasan dapat diubah dan ditingkatkan. Kecerdasan yang menonjol akan mengontrol
kecerdasan- kecerdasan lainnya dalam memecahkan masalah.
Pokok-pokok
pikiran yang dikemukakan gardner yaitu :
1. Manusia
mempunyai kemampuan meningkatkan dan memperkuat kecerdasannya,
2. Kecerdasa
selain dapat berubah dapat pula diajarkan kepada orang lain,
3. Kecerdasan
merupakan realitas majemuk yang muncul dibagian berbeda pada sistem otak,
4. Pada
tingkat tertentu, kecerdasan merupakan suatu kesatuan yang utuh.
Kecerdasan adalah suatu kemampuan untuk memecahkan
masalah atau menghasilkan sesuatu yang dibutuhkan di dalam latar budaya
tertentu. Penelitian Gardner
mengidentifikasi ada 8 macam kecerdasan manusia, kemudian diikutioleh
tokokh-tokoh lain dengan menambahkan 2 kecerdasan lagi, sehingga ada 10
kecerdasa, yaitu :
a. Kecerdasan
verbal/bahasa (verbal linguistic intelligence)
Kecerdasa
ini bertabggungjawab terhadap semua hal tentang bahasa. Kecerdasan inidapat
diperkuat dengan kegiatan-kegiatan berbahasa baik lisan maupun tertulis.
b. Kecerdasan
Logika/matematik (logical/mathematical intelligence)
Kecerdasan
ini disebut berfikir ilmiah, berfikir induktif dan deduktif.kecerdasan ini
timbul bila seseorang menghadapi masalah atau tantangan baru dan berusaha
menyelesaikannya.
c. Kecerdasan
Visual/Ruang
Kecerdasan
visual berkaitan dengan misal; senirupa, navigasi, arsitektur, permainan catur.
d. Kecerdasan
Tubuh/gerak tubuh
Kecerdasan
tubuh mengendalikan kegiatan tubuh untuk menyatakan
perasaan,permainan,dll.Tubuh manusia mengetahui benar hal-hal yang tidak diketahuo
oleh pikiran.
e. Kecerdasan
Musikal/Ritmik
Kecerdasan
ritmik melibatkan kemampuan manusia untuk mengenali dan menggunakan ritme dan
nada,serta kepekaan terhadap bunyi-bunyian dilingkungan sekitar manusia.
f. Kecerdasan
interpersonal
Kecerdasan
interpersonal berhubungan dengan kemampuan bekerja sama dengan berkomunikasi
baik verbal maupun non verbal dengan orang lain. Mampu mengenali perbedaan
perasaan, tempramen maupun motivasi orang lain.
g. Kecerdasan intrapersonal
Kecerdasan
intrapersonal mengendalikan pemahaman terhadap aspek internal diri
seperti,perasaan,proses berfikir,refleksi diri,intuisi,dan spiritual.
h. Kecerdasan
naturalis
Kecerdasan
naturalis banyak dimiliki oleh pakar lingkungan seorang penduduk di daerah
pedalaman dapat mengenali tanda-tanda akan terjadi perubahan lingkungan.
i.
Kecerdasan spiritual
Kecerdasan
spiritual banyak dimiliki oleh para rohaniwan.kecerdasan ini berkaitan dengan
bagaimana manusia berhubungan dengan tuhannya.
j.
Kecerdasan eksistensial
Kecerdasan
eksistensial banyak dijumpai pada para filusuf.
3.
Kriteria
keabsahan Munculnya teori Kecerdasan
a. Memiliki
dasar biologis.
Kecenderungan
untuk mengetahui dan memecahkan masalah merupakan sifat dasar
biologis/fisiologis manusia.
b. Bersifat
universal bagi spesies mnausia.
Hadirnya
kecerdasan adalah bersifat universal.dengan kata lain, kecerdasan berakar pada
spesies manusia itu sendiri.
c. Nilai
budaya suatu keterampilan.
Cara
untuk memahami sesuatu didukung oleh budaya manusia dan merupakan hal yang
harus diteruskan kepadagenerasi penerus.
d. Memiliki
basis neurologi.
Setiap
kecerdasan memilki bagian tertentu pada otak sebagai pusat kerjanya dan
diaktifkan oleh informasi eksternal
maupun internal.
e. Dapat
dinyatakan dalam bentuk symbol.
Setiap
kecerdasan dapat dinyatakan dalam bentuk symbol atau tanda-tanda tertentu, dan
kecerdasan dapat dialihkan atau diajarkan.
4.
Strategi
Dasar Pembelajaran kecerdasan Ganda
Ada
beberapa strategi dasar dalam kegiatan pembelajaran untuk mengembangkan
kecerdasan ganda, yaitu:
a. Membangunkan/memicu
kecerdasan, yaitu upaya untuk mengaktifkan indera dan menghidupkan kerja otak.
b. Memperkuat
kecerdasan, yaitu dengan cara member latihan dan memperkuat kemampuan membangun
kecerdasan.
c. Mengajar
untuk kecerdasan, yaitu upaya-upaya mengembangkan struktur pelajaran yang
mengacu pada penggunaan kecerdasan ganda.
d. Mentransfer
kecerdasan, yaitu usaha untuk memenfaatkan berbagai cara yang telah dilatihkan
di kelas untuk memahami realitas di luar kelas atau lingkungan nyata.
Mengembangkan
Kecerdasan Ganda Dalam Kegiatan pembelajaran
Pendidikan /pembelajaran ditinjau
dari sudut pandang kecerdasan ganda lebih mengarah kepada hakekat dari
pendidikan itu sendiri, yaitu yang secara langsung berhubungan dengan
eksistensi, kebenaran, dan pengetahuan. Untuk member dasar terhadap teori yang
dikemukakan Gardner merancang dasar-dasar ”tes” tertentu dimana setiap
kecerdasan harus dipertimbangkan sebagai intelegensi yang terlatih dan memiliki
banyak pengalaman, yang tidak disebut sebagai talenta atau bakat. Hal-hal
penting yang perlu diperhatikan dalam teori kecerdasan ganda, yaitu : 1) setiap
orang memiliki kecerdasan; 2) banyak orang yang mengembangkan kecerdasan sampai
ke tingkat yang optimal; 3) kecerdasan biasanya bekerja bersama dengan cara
yang unik; 4) ada banyak cara untuk menjadi cerdas.
Pengalaman-pengalaman menyenangkan
ketika belajar akan menjadi aktivator bagi perkembangan kecerdasan pada tahap
perkembangan berikutnya. Sedangkan pengalaman-pengalaman yang menakutkan,
memelukan, menyebabkan marah, dan emosi,
BAB
X
PENUTUP
Perubahan-perubahan baru dalam
kehidupan bermasyarakat diera globalisasi dewasa ini ditandaioleh maraknya
berbagai problem social adalah bersumber dari lemahnya sumber daya manusia dan
modal sosial yang ada di masyarakat. Pendidikan
paling bayak memberikan kontribusi munculnya persoalan tersebut. Upaya
mengatasi maslah-masalah tersebut, bidang pendidikan akan dapat menguatkan
kembali sumber-sumber daya manusia dalam rangka menghadapi perubahan-perubahan
tersebut.
Pembahsan pada tiap bab menunjukan
perlu adanya perubahan-perubahan cara pandang dalam dunia pendidikan. Perubahan
dilakukan agar pendidikan sesuai dengan tuntutan perkembangan dan kebutuhan
masyarakat serta perubahan dunia. Pendidikan yang perspektif global untuk
menyiapkan peserta didik agar mampu berperan dalam konstalasi masyarakat global
di samping berkarakter nasional. Paradigm baru pendidikan nasional yang
memberikan arah pada otonomi atau desentralisasi pendidikan,berorientasi
pendidikan holistic untuk mengembangkan kesedaran individu akan nilai-nilai
kesetuan dalam kemajuan budaya,serta menjunjung tinggi nilai
moral,kemanusiaan,dan religi, erta kretivitas,produktivitas, berfikir kritis,
bertanggung jawak, kemandirian,serta kemampuan berkolaborasi.
Tujuan di atas dapat tercapai jika
system pendidikan memberikan peluang kepada guru untuk berimajinasi dan
mengembangkan kreativitasnya. Guru seharusnya dibebaskan dariberbagaihal teknis
dan formalism yang selama ini membelenggunya. Kebebasab bukanlah sikap semaunya
sendiri. Kebebasan mangarah pada sikap penghargaan akan keunikan serta kekhasan
masing-masing individu sebagai pribadi. Kebebasan inilah yang membuat manusia
mampu mengembangkan seluruh potensi secara optimal, mampu mengkritis dan
memilih arah hidupnya.
Pandangan tentang konsep pendidikan
yang membebaskan dan kritis akan tampak pada pergeseran pendidikan dari
pendidikan yang lebih menekan pada aspek kognitif menuju kepada seluruh aspek
potensi manusia secara utuh.